Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rupiah diperkirakan masih dalam tekanan di pekan ini. Pelaku pasar menantikan data-data terbaru ekonomi Amerika Serikat (AS) untuk mengukur arah suku bunga.
Seperti diketahui, rupiah pekan lalu ditutup pada posisi Rp 16.412 per dolar AS pada Jumat (14/6). Nilai tukar rupiah melemah sekitar 1,33% dalam sepekan dan menutup pelemahan pada posisi terendah sejak April 2020 lalu.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mencermati, Rupiah cenderung bergerak melemah sepekan lalu terutama pada hari Senin (10/6) dan Jumat (14/6). Pada awal pekan, Rupiah melemah akibat sentimen Non Farm Payroll (NFP). Sementara pada hari Jumat depresiasi rupiah disebabkan oleh ketidakpastian di pasar obligasi.
Alhasil, Rupiah menjadi mata uang asia yang mengalami pelemahan terdalam terhadap dolar AS pada perdagangan akhir pekan, Jumat (14/6). Rupiah ditutup ke level 16.400 di tengah sentimen hawkish dari the Fed yang masih mendominasi pasar.
Baca Juga: Begini Prospek Mata Uang Asia Pekan Ini
Josua menambahkan, depresiasi Rupiah juga dipengaruhi oleh meningkatnya ketidakpastian terkait arah kebijakan belanja negara ke depannya, yang dikhawatirkan cenderung lebih ekspansif pada masa pemerintahan mendatang, sehingga defisit cenderung meningkat tajam.
“Kekhawatiran ini juga terefleksi dari kenaikan yield obligasi 10 tahun sebesar 18bps ke level 7,17% pada perdagangan hari ini,” Jumat (14/4).
Pengamat Mata Uang Ariston Tjendra mengatakan, Rupiah sudah tertekan sejak awal pekan karena data tenaga kerja AS yang lebih bagus dari ekspektasi pasar. Ditambah lagi, pasar menantikan data inflasi konsumen dan hasil Rapat kebijakan moneter Bank Sentral AS di tengah pekan.
Dan ternyata Bank Sentral AS memberikan sinyal bahwa pemangkasan suku bunga tidak akan dilakukan terburu-buru dan masih membuka kemungkinan kenaikan suku bunga bila ternyata inflasi sulit turun. Proyeksi yang dirilis the Fed juga menunjukkan kemungkinan pemangkasan hanya 1 kali di 2024 ini dan ini lebih sedikit dibandingkan ekspektasi pasar yang 2 kali.
“Sikap the Fed ini memicu penguatan dollar AS terhadap nilai tukar lainnya dan rupiah ikut melemah. Jadi pengaruh eksternal ini sangat besar memperlemah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS,” ujar Ariston kepada Kontan.co.id, Jumat (18/6).
Ariston menilai, kemungkinan rupiah akan melemah di awal pekan ini karena masih terpengaruh sentimen terkait kebijakan moneter ketat. Namun pergerakan dolar AS masih tergantung dengan data ekonomi yang akan dirilis ke depannya.
Rupiah berpotensi menguat apabila terjadi perubahan terkait data AS yang dirilis pekan ini seperti data manufaktur dan penjualan ritel bisa menunjukkan pelemahan di bawah ekspektasi pasar. Dari dalam negeri, rilis neraca perdagangan pada Rabu (19/6) bisa memberi sentimen positif ke rupiah bila masih terjadi surplus.
Ariston memperkirakan, pergerakan rupiah kemungkinan di area Rp 16.250 – Rp 16.450 per dolar AS selama pekan ini. Sedangkan, Josua memproyeksi rupiah akan bergerak melemah terbatas dalam rentang Rp16.350 - Rp16.475 per dolar AS di pekan ini.
Adapun perdagangan rupiah pekan ini akan kembali dibuka pada besok, Rabu (19/6). Aktivitas pasar ditutup di awal pekan ini seiring adanya libur hari raya idul Adha pada Senin dan Selasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News