Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Membuka pekan perdagangan perdana di tahun 2016 rupiah diprediksi akan punya amunisi untuk menguat di hadapan the greenback.
Di pasar spot, Jumat (1/1) valuasi rupiah merosot 0,31% ke level Rp 13.830 per dollar AS dibanding hari sebelumnya. Sejalan, di kurs tengah Bank Indonesia Kamis (31/12) posisi rupiah tergelincir tipis 0,01% di level Rp 13.795 per dollar AS.
Josua Pardede, Ekonom Bank Permata menuturkan daya dorong bagi rupiah bisa datang jika rilis data inflasi Senin (4/1) bergerak seperti dugaan pasar. Diduga, inflasi Desember 2015 akan meningkat sekitar 0,61% namun secara year on year (YoY) akan berada di level 3%.
“Tentunya ini positif dan berada di bawah target yang ditetapkan BI jadi bisa menopang pergerakan rupiah jika dirilis sesuai,” jelas Josua. Sebabnya, jika inflasi terkendali maka iklim investasi di tanah air akan lebih atraktif yang tentunya menambah panjang daftar sentimen positif bagi rupiah.
Dari sisi eksternal memang tekanan masih cukup tinggi. Pasalnya tidak hanya perdagangan dalam negeri yang kembali aktif tapi juga secara global.
Ada beberapa data ekonomi Amerika Serikat yang dinantikan dan bisa menjadi penggerak rupiah seperti ISM Manufacturing index Desember 2015 yang diduga naik dari 48,6 ke level 49,1 serta ism manufacturing prices yang juga meningkat dari 35,5 ke 36,5.
Belum lagi penurunan harga minyak dunia. Itu akan ikut menjadi beban commodity currency seperti rupiah. “Eksternal masih jadi downside catalyst bagi rupiah,” kata Josua. Hanya saja jika inflasi positif itu bisa jadi daya tahan bagi rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News