Reporter: Riska Rahman | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasio return on equity (RoE) seringkali jadi pegangan bagi investor yang ingin meraih keuntungan dari berinvestasi pada suatu saham. Meski begitu, analis menilai tak semua saham dengan RoE tinggi menarik untuk investasi.
RoE merupakan rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba bermodalkan ekuitas. Menurut catatan KONTAN, ada lima emiten dari indeks LQ45 yang menawarkan RoE yang tinggi, diantaranya saham PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) dengan RoE sebesar 112,10%.
Llau, PT Unilever Indonesia Tbk dengan RoE 107,62%, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dengan RoE 42,23%, PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) yang memiliki RoE 35,32%, serta saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan RoE sebesar 32,34%.
Walau RoE sering dijadikan acuan bagi investor sebelum masuk ke suatu saham, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee melihat hal tersebut belum tentu jadi jaminan saham tersebut bisa terus memberikan keuntungan di masa depan.
Menurut Hans, investor juga harus memperhatikan kondisi bisnis serta fundamental perusahaan sebelum memilih saham tersebut untuk dimasukkan sebagai portofolio investasi. Hal tersebut turut mempengaruhi kinerja saham serta kemampuan perusahaan untuk memberikan cuan kepada para investor.
Meskipun LPPF memiliki RoE yang paling tinggi diantara saham-saham lainnya, saham ini memiliki tantangan tersendiri. "Berubahnya pola konsumsi masyarakat yang beralih berbelanja online membuat saham ini rasanya tak menjadi pilihan bagi para investor," tutur Hans kepada KONTAN, Jumat (5/1).
Hal yang sama juga terjadi pada saham SCMA. Walau industri media cukup menarik, saat ini Hans berpendapat, industri media sedang mencari wujud barunya. Kehadiran digital marketing saat ini mulai mengancam industri televisi sehingga membuat iklan di televisi semakin berkurang, yang bisa berdampak pada kinerja SCMA ke depan.
Selain itu, para kandidat Pilkada dan Pemilu pun nampaknya lebih memilih untuk berkampanye di media sosial sehingga tak akan memberikan dampak yang besar bagi peningkatan jumlah iklan di tahun ini.
Saham HMSP pun dianggap memiliki tantangan meski punya kinerja keuangan yang baik. "Banyaknya larangan merokok di tempat-tempat publik serta kenaikan cukai rokok bisa merugikan saham ini," paparnya.
Oleh karena itu, Hans menganggap, saham UNVR dan PTBA sebagai saham yang paling cocok bagi para investor untuk dijadikan sarana untuk mencari laba. Pasalnya, kedua saham ini nampak memiliki prospek yang cerah.
Selain menawarkan RoE di atas 100%, saham UNVR juga punya prospek yang cerah lantaran adanya potensi peningkatan konsumsi di masyarakat. Tahun 2018 yang merupakan tahun politik membuat saham emiten konsumer ini mampu meraih pertumbuhan yang baik di tahun ini. Sayang, valuasi saham UNVR sudah sangat tinggi sehingga investor harus mempertimbangkan lagi sebelum masuk ke saham ini.
Di sisi lain, meningkatnya harga jual batubara yang kini berada di level US$ 90 per metrik ton membuat PTBA punya prospek yang cukup cerah. "Walaupun kebanyakan hasil produk PTBA dipakai untuk konsumsi dalam negeri, hal ini tetap bisa mendorong kinerja PTBA di tahun ini," ujar Hans.
Pada penutupan perdagangan Jumat (5/1), saham UNVR ditutup di level Rp 54.000 per saham. Sedangkan saham PTBA ditutup di level Rp 2.610 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News