kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Risiko investasi di Indonesia meningkat


Kamis, 20 Juni 2013 / 08:00 WIB
Risiko investasi di Indonesia meningkat
ILUSTRASI. Emas batangan


Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Wahyu T.Rahmawati

JAKARTA. Premi risiko investasi di Indonesia naik. Ini tercermin credit default swap (CDS) yang naik.

Pekan lalu, CDS Indonesia tenor 10 tahun mencapai angka tertinggi sejak Juni 2012 di level 312,02. Untunglah, Selasa (18/6), CDS Indonesia mulai turun ke 263,09. Toh, tetap saja paling tinggi dibandingkan premi risiko negara-negara ASEAN.

Secara singkat, CDS tak ubahnya asuransi kredit. Instrumen derivatif ini menjadi salah satu indikator persepsi tentang risiko investasi di pasar keuangan suatu negara. Makin tinggi angka CDS, makin tinggi pula risikonya.

Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih mengatakan, kenaikan CDS sebetulnya juga terjadi di emerging market lain yang setara Indonesia, seperti Turki dan Filipina. Tapi, kenaikan tertinggi terjadi di Indonesia. "CDS Indonesia sempat naik ke 360 basis poin pada minggu lalu, tapi ditutup di 260, Jumat (14/6)," kata Lana, kemarin.

Kenaikan CDS itu, menurut Lana, disebabkan faktor global karena adanya risiko akibat rencana Bank Sentral AS yang mengurangi stimulus. Akibatnya, investor cenderung memegang dana tunai.

Nah, emerging market paling sengsara atas rencana itu. Sebab, dana asing mendadak pergi dan melepas investasi di negara berkembang. "CDS Indonesia naik paling tinggi akibat isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang tak kunjung jelas," ujar Lana.

Kenaikan CDS itu memengaruhi fluktuasi harga obligasi di pasar domestik. Pasar obligasi makin tertekan karena investor meminta yield tinggi. Tak heran, lelang surat utang negara (SUN) sepi peminat.

Ambil contoh, dalam lelang SUN, 18 Juni 2013, total penawaran yang masuk hanya Rp 7,7 triliun. Pemerintah hanya memenangkan Rp 2,6 triliun. Padahal, target indikatif sebesar Rp 8 triliun.

Menurut Herdi Ranu Wibowo, Head of Fixed-Income BCA Sekuritas, kenaikan CDS ini membawa sentimen negatif sehingga asing keluar dari SUN. Akibatnya, harga SUN tertekan dan yield naik. "Penurunan harga saat ini sudah tercermin, tinggal mencermati besaran inflasi saja akibat harga BBM naik. Kecenderungan yield masih akan naik," kata Herdi.

Ia melihat, investor akan mengambil sikap hati-hati. Investor masih akan mencermati besaran inflasi setelah kenaikan harga BBM.

Analis NC Securities I Made Adi Saputra, menambahkan, spekulasi kenaikan inflasi menjadi salah faktor kurangnya minat investor dalam lelang SUN. Hal tersebut mendorong investor meminta imbal hasil yang tinggi agar return investasinya positif.

Pelemahan rupiah juga makin menekan pasar obligasi karena menyebabkan investor asing menjual obligasi. "Investor pun khawatir akan kemungkinan The Fed mengakhiri stimulus," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×