Reporter: Avanty Nurdiana, Wahyu Satriani | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Manajer investasi memilih menempatkan dana reksadana terproteksi di obligasi korporasi. Manajer investasi menganggap, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) sepanjang 2012 sangat kecil dan tak menarik dibundel jadi reksadana terproteksi.
Direktur PT Danareksa Investment Management Prihatmo Hari mengaku, mereka mengandalkan obligasi korporasi sebagai aset dasar reksadana terproteksi. "Bahkan kami tidak mengambil ORI (obligasi negara ritel) seri 009 karena kupon yang diberikan kecil hanya 6,25% sehingga tidak mampu mengangkat return reksadana terproteksi," ujar dia.
Karena itu, mau tidak mau, manajer investasi harus menggunakan obligasi korporasi sebagai aset dasar reksadana proteksi yang baru. Maklum, produk reksadana terproteksi Danareksa banyak yang jatuh tempo tahun ini.
Hari bilang, ada enam produk reksadana terproteksi yang jatuh tempo senilai Rp 800 miliar tahun ini. Dia mengaku, harus menggantikan dengan produk baru untuk mempertahankan dana kelolaan agar tidak anjlok. Oleh karena itu, hingga kini DIM telah mengeluarkan delapan reksadana terproteksi baru.
"Dana kelolaan kami terlihat tidak tumbuh karena banyak yang jatuh tempo. Awal tahun ini dana kelolaan kami Rp 12 triliun, saat ini dana kelolaan kami juga Rp 12 triliun," kata Hari.
Hari memperkirakan, reksadana terproteksi bisa memberikan return sekitar 6% per tahun pada tahun ini. Danareksa berencana meluncurkan tiga produk reksadana terproteksi baru lagi hingga akhir tahun.
Hingga tahun ini, Danareksa menargetkan bisa menggaet dana kelolaan sekitar Rp 15 triliun. Dari total dana kelolaan tersebut, sekitar 30% berasal dari reksadana proteksi.
Return mini
Selain Danareksa, PT Batavia Prosperindo Asset Management juga mengalami hal yang sama. Batavia di tahun ini menerbitkan 12 reksadana terproteksi baru menggunakan obligasi korporasi sebagai aset dasar. Targetnya, Batavia bisa menerbitkan 14 - 15 produk baru. "Di tahun lalu kami menerbitkan 14 reksadana proteksi," kata dia.
Karma P Siregar, Associate Director Mutual Fund Sales & Marketing PT Batavia Prosperindo Asset Management, mengatakan, imbal hasil SUN tenor tiga tahun saat ini hanya memberi 5,4%. Itu masih belum dipotong dengan biaya manajemen dan biaya lain.
Imbal hasil reksadana terproteksi beraset obligasi korporasi juga menurun dibanding tahun 2011. "Jika di tahun lalu kami bisa memberi imbal hasil bersih 8% - 9%, tahun ini kami hanya memberi 6% - 7%," papar Karma.
Karma mengaku, kondisi tersebut semula membuat MI susah menjual reksadana terproteksi. "Investor awalnya mencari yang memberi imbal hasil lebih besar. Tapi, karena kondisi pasar seperti ini, mereka mau tidak mau tetap membeli," ucap dia.
Reksadana terproteksi terbaru dari Batavia juga akan menggunakan obligasi korporasi sebagai aset dasar. "Mungkin proteksi di dua - tiga tahun," imbuh Karma.
Dia mengaku akan membeli obligasi korporasi yang akan terbit. "Kami memilih obligasi korporasi yang mempunyai rating A," kata Karma.
Dana kelolaan Batavia sampai September Rp 12,5 triliun. Sedangkan target mereka bisa Rp 13,5 triliun.
Adapun, Bahana TCW InvestmentManagement mengaku masih pakai SUN sebagai aset dasar reksadana terproteksi. "Saat ini kami sudah menerbitkan 11 reksadana terproteksi baru dan sebagian kami investasikan di SUN," kata Edward Lubis, Presiden Direktur Bahana TCW Investment Management. Ia menambahkan, return reksadana terproteksi rupiah 6%-7% dan dollar AS 4% per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News