Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Harga minyak mentah mencatat kenaikan mingguan terpanjang sejak 2009. Dalam tujuh pekan terakhir, harga minyak terus naik karena membaiknya data-data ekonomi Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Harga kontrak minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret 2013 di New York Mercantile Exchange (Nymex), Jumat (25/1) pukul 16.47 WIB, naik 0,34% menjadi US$ 96,28 per barel dibanding harga sehari sebelumnya. Sepekan terakhir, harga minyak WTI menguat sebesar 0,1%.
Harga minyak Brent untuk pengiriman Maret 2013 di ICE Futures pun naik 0,26% menjadi 113,58 per barel. Selama sepekan, harga minyak untuk kontrak acuan Eropa ini naik 1,51%.
Rilis beberapa data terbaru yang membuat harga minyak terangkat, misalnya, klaim pengangguran mingguan AS yang turun menjadi 330.000 orang, dari sebelumnya 335.000 orang. Angka ini berbanding terbalik dari prediksi adanya peningkatan klaim pengangguran 20.000 orang. Sementara itu, indeks manufaktur Eropa naik menjadi 47,5 pada bulan Januari, dari bulan sebelumnya 46,1.
Nizar Hilmy, analis SoeGee Futures mengatakan, rilis data yang positif ini menunjukkan kondisi ekonomi yang jauh lebih stabil daripada tahun 2012, terutama dari dua wilayah yang selama ini cenderung bermasalah. Eropa, meskipun masih dalam keadaan resesi karena krisis utang, tetapi ada tanda-tanda kestabilan. Sedangkan AS menunjukkan perbaikan, dilihat dari jumlah pengangguran yang menurun. "Rilis data yang menunjukkan hasil positif ini menimbulkan optimisme meningkatnya permintaan minyak untuk industri," kata Nizar.
Menurut Nizar, penguatan harga minyak ini juga didukung dari situasi geopolitik di Libya yang belum pulih. Kekhawatiran terjadinya serangan terhadap aset minyak Libya mendorong semakin diperketatnya keamanan di fasilitas minyak setempat. Apalagi, Libya berbatasan dengan Aljazair yang pekan lalu terkena serangan teroris.
Libya merupakan salah satu produsen minyak terbesar, dengan rata-rata produksi minyak sebesar 1,5 juta barel per hari. Bulan lalu, produksi minyak di Libya mencapai 1,54 juta barel per hari.
Ariston Tjendra, analis Monex Investindo Futures menambahkan, ekspektasi naiknya permintaan minyak kemungkinan masih akan berlanjut selama sepekan mendatang. Tapi, pasar masih menunggu rilis data penjualan rumah baru di AS yang diprediksi meningkat dari 377.000 menjadi 387.000 unit pada bulan Januari. "Semakin positif data ekonomi, maka dampaknya akan semakin baik untuk komoditas energi dan industri," kata Ariston.
Ariston mengingatkan, kontraksi ekonomi masih menjadi ancaman untuk minyak, khususnya dari zona Euro. Wilayah yang masih berupaya menanggulangi krisis utang ini belum 100% stabil. Pelaku pasar masih cenderung waspada terhadap informasi mengenai kebijakan yang akan diterapkan di zona Euro.
Pasokan naik
Rilis data yang menunjukkan hasil positif ini mampu meredam sentimen negatif dari informasi bertambahnya cadangan minyak AS. Mengutip laporan dari Departemen Energi AS, Bloomberg menyebutkan adanya kenaikan cadangan minyak AS sebesar 2,8 juta barel menjadi 363,1 juta barel. Menurut median perkiraan 10 analis yang disurvei Bloomberg News, pasokan akan naik lagi 2,2 juta barel.
Secara teknikal, Nizar melihat adanya sinyal bullish harga minyak. Indikator moving average (MA) masih berada di atas MA 50 dan MA 100. Indikator moving average convergence divergence (MACD) berada di area positif, di level 1,63, mengindikasikan sinyal bullish yang kuat.
Indikator relative strength index (RSI) berada di level 73, di atas titik overbought 70. Sementara, indikator stochastic menunjukkan berada di level 77, dengan pergerakan yang cenderung datar.
Survei Bloomberg terhadap 36 analis memperkirakan kenaikan harga pekan depan. Separuh dari total analis memprediksi, harga minyak akan naik hingga 1 Februari. Sebelas orang atau 31% memprediksi harga minyak turun, dan tujuh orang memprediksi sedikit perubahan harga.
Sepekan ke depan, Nizar memprediksi, harga minyak akan menguat di kisaran US$ 94–US$ 98 per barel. Sementara, Ariston memprediksikan penguatan minyak di kisaran US$ 94,30 hingga US$ 97,70 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News