Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kinerja reksadana saham tahun ini benar-benar terpuruk. Data Infovesta Utama menyebutkan rata-rata reksadana saham minus 17,56% secara year to date (ytd) per Agustus 2015. Koreksi tersebut lebih dalam ketimbang indeks harga saham gabungan (IHSG) yang minus 13,72% pada periode yang sama.
Hanya reksadana pendapatan tetap dan reksadana pasar uang yang masih membukukan kinerja positif, masing-masing 0,82% dan 4,18%.
Analis Infovesta Utama Viliawati mengatakan, reksadana saham tertekan sentimen negatif dari regional yaitu anjloknya bursa Tiongkok dan devaluasi mata uang yuan. Karakteristik reksadana saham yang lebih agresif ketimbang IHSG menyebabkan produk tersebut terkoreksi lebih dalam ketika bursa saham.
"Sebab jumlah saham pada portofolio reksadana saham lebih sedikit dari IHSG, sehingga dampak pergerakan suatu saham lebih terasa pada reksadana saham," kata Viliawati, Selasa (1/9).
Selain itu, koreksi reksadana saham juga disebabkan oleh penempatan portofolio yang cukup signifikan pada sektor saham berkinerja buruk. Viliawati memprediksikan, kinerja reksadana saham akan membaik pada akhir tahun nanti. Kendati begitu, masih akan mencatat minus sekitar 9% hingga minus 6% secara year on year (yoy) akhir tahun ini.
Demikian juga dengan kinerja rata-rata reksadana campuran yang diprediksikan masih minus 5% hingga minus 2%. "Sebab saat ini belum ada sentimen positif dari sisi fundamental yang dapat menggerakkan bursa saham," terang Viliawati.
Sedangkan kinerja reksadana pendapatan tetap diperkirakan akan lebih baik. Prediksi Viliawati, kinerja rata-rata reksadana pendapatan tetap akan berkinerja sekitar 2% hingga 4%. Adapun kinerja rata-rata reksadana pasar uang diperkirakan sekitar 6% hingga 7%.
Sementara Investment Director Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana memperkirakan, reksadana saham akan minus 12%. Untuk kinerja reksadana campuran dan pendapatan tetap masing-masing diperkirakan minus 6% dan positif 3%.
Namun Jemmy menebak, kinerja reksadana saham akan membaik di tahun depan dengan asumsi return mencapai 20%. Sedangkan reksadana campuran sekitar 12% dan reksadana pendapatan tetap sekitar 8%. Kinerja tahun depan akan ditopang oleh infrastructure spending yang sudah berjalan.
"Serta ekspektasi penurunan suku bunga yang akan memicu pertumbuhan ekonomi lebih cepat," kata Jemmy.
Strategi portofolio
Memanfaatkan harga saham-saham yang sudah murah, Sucorinvest Asset Management justru agresif menambah bobot saham dalam portofolio investasi reksadana. Jemmy mengatakan, pihaknya masuk ke sektor-sektor yang terkait emiten properti, seperti semen dan konstruksi. Porsi saham sektor keuangan juga diperbesar karena valuasi perbankan sudah murah.
"Kendati begitu, kami tidak masuk ke saham properti," tegas Jemmy. Head of Operation and Busiiness Development Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan, perusahaan menerapkan strategi value investing yang memilih saham perusahaan dengan fundamental baik.
"Sehingga, saat ini kami belum mengubah strategi investasi," tutur dia. Sedangkan Presiden Direktur Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Legowo Kusumonegoro mengatakan, pihaknya masuk ke saham-saham yang diuntungkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS), seperti sejumlah emiten saham berbasis ekspor. "Kami optimistis pasar saham akan kembali bullish," ujar Legowo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News