Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan dana kelolaan reksadana atau asset under management (AUM) masih positif di Oktober 2019. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) total AUM reksadana Oktober 2019 tercatat naik Rp 12,44 triliun atau tumbuh 2,27% menjadi Rp 553,21 triliun dari capaian bulan sebelumnya Rp 540,91 triliun.
Direktur Batavia Prosperindo Yulius Manto mengatakan, kinerja 2019 sampai dengan Oktober 2019 menunjukkan bahwa reksadana pendapatan tetap (obligasi) memberikan return tertinggi, disusul oleh reksadana campuran, pasar uang dan reksadana saham.
Baca Juga: Infovesta Utama targetkan dana kelolaan akhir tahun Rp 550 triliun
"Return yang tinggi di reksadana pendapatan tetap karena adanya ekspektasi penurunan suku bunga acuan di bank sentral global dan domestik. Selain itu, kondisi makroekonomi di Tanah Air juga relatif masih stabil," ujar Yulius kepada Kontan.co.id, Jumat (8/11).
Sementara itu, untuk kinerja reksadana saham yang masih lesu Yulius menjelaskan bahwa saat ini investor tengah mencermati trade talk yang sedang dilakukan oleh Amerika Serikat dan China.
Jika kesepakatan dagang berhasil dicapai kedua negara tersebut, maka kondisi market secara umum akan menarik atau positif. Pasar juga akan bersikap sebaliknya jika ketidakpastian semakin tinggi.
Baca Juga: Simak 5 poin ini sebelum mulai investasi reksadana
Di luar negosiasi perang dagang AS dan China, pelaku pasar juga masih mencermati perkembangan rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa (UE) atau dikenal Brexit.
Sedangkan sentimen domestik untuk reksadana saham datang dari sikap pelaku pasar yang tengah menunggu hasil laporan keuangan perusahaan di kuartal III-2019, sekaligus menanti gebrakan dari para menteri kabinet baru dalam mengejar pertumbuhan (agresif) atau cenderung mengutamakan stabilitas.
Dengan berbagai sentimen yang hadir saat ini, Yulius memperkirakan hingga 2020 reksadana obligasi masih jadi pilihan menarik di mata investor.
Ini karena, ekspetasi suku bunga masih akan turun di tahun depan, meskipun mulai terbatas. "Secara strategi, mungkin saat ini lebih memilih untuk pegang aset dengan durasi menengah pendek," ungkapnya.
Sedangkan untuk prospek reksadana saham sendiri, Yulius mengatakan progres negosiasi perang dagang yang tengah berlangsung saat ini cukup mendominasi arah pergerakan saham.
Namun, dengan valuasi IHSG yang saat ini ada di fair price dengan kisaran price earning 14,3 kali, menjadikan pasar Indonesia secara umum masih cukup menarik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News