CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.874   -14,00   -0,09%
  • IDX 7.156   -58,36   -0,81%
  • KOMPAS100 1.093   -9,52   -0,86%
  • LQ45 871   -4,28   -0,49%
  • ISSI 216   -2,39   -1,10%
  • IDX30 447   -1,61   -0,36%
  • IDXHIDIV20 540   -0,03   -0,01%
  • IDX80 125   -1,02   -0,81%
  • IDXV30 136   0,09   0,07%
  • IDXQ30 149   -0,27   -0,18%

Reksadana Jadi Instrumen Utama


Sabtu, 19 Juli 2014 / 07:33 WIB
Aktivitas bongkar muat kontainer berlangsung di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (15/12/2022). Standard Chartered Proyeksi Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh 5,1% pada 2023.


Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Sofyan Hidayat

JAKARTA. Jika konsisten dengan tujuan investasi yang telah ditetapkan, imbal hasil yang bisa diperoleh akan optimal. Namun, sebaiknya investasi dilakukan dalam jangka panjang. Jadi, investor harus bersabar, tidak mencairkan dana investasi sampai target tercapai.

Keberhasilan investasi dalam jangka panjang diperlihatkan oleh Anita Abdulkadir, Chief Marketing Officer PT Eastspring Investments Indonesia. Perjalanan investasinya lebih banyak bergelut dengan reksadana.

Ia mulai mengenal instrumen ini pada tahun 1997, saat bekerja pada sebuah perusahaan manajer investasi (MI). Reksadana menjadi instrumen investasi perdana bagi Anita.

Kala itu sekaligus ia memborong tiga produk reksadana yang baru diluncurkan, dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) per unit penyertaan masih Rp 1.000. Jenis reksadananya adalah saham, campuran dan pendapatan tetap.

Selang beberapa bulan, ia menjajal instrumen investasi lain. Ia diajak seorang teman, membeli saham perdana lewat proses initial public offering (IPO). Ada dua saham yang ia koleksi, dari sektor perbankan dan produsen pakan ternak.

Anita tidak telaten memonitor pergerakan saham setiap hari. Akhirnya, dua saham tersebut hanya dipegang dalam waktu singkat. Saham sektor perbankan, berhasil memberi imbal hasil lumayan. Sebaliknya, investasi di saham produsen pakan ternak merugi. "Akhirnya, dua-duanya saya jual. Imbal hasil bersihnya sekitar 5%,” kata ibu dua anak ini.

Sejak saat itu, Anita enggan berinvestasi di saham lagi.

Membeli rumah dari reksadana

 Perjalanan investasi Anita berlanjut pada tahun 2007. Kala itu ia pindah bekerja ke sebuah perusahaan asuransi. Di situ, ia mulai menambah portofolio reksadana hingga menjadi tujuh produk. Ia terus melakukan pembelian unit penyertaan bertahap pada semua produk reksadana yang dimiliki.

Selanjutnya, Anita mengembangkan investasi ke properti. Pada tahun 2011, ia membeli rumah di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan. Niat utama pembelian rumah ini, sekaligus untuk tempat tinggal anaknya kelak.

Pada 2012, ia membeli rumah lagi di daerah yang sama. Yang unik, pembelian rumah ini menggunakan dana dari seluruh produk reksadana miliknya. Maklum, ia telah mengendapkan dananya di produk reksadana selama 15 tahun. Anita mengaku imbal hasil yang diperoleh dari produk-produk reksadana itu antara 500% hingga 1.000%.

Anita percaya, reksadana merupakan sebagai instrumen investasi yang mampu mengalahkan inflasi. Maka ia kembali meracik portofolio. Kini ia masih memiliki dua reksadana, yakni jenis saham dan pendapatan tetap. Ia juga memiliki dana deposito berdenominasi dollar Australia. Dana ini bakal digunakan bagi pendidikan anaknya yang berencana melanjutkan studi di Australia.

Anita memaparkan, setiap investasi yang ia lakukan selalu memiliki tujuan jelas. Misalnya, tabungan pendidikan anak, membeli rumah baru atau kebutuhan lain. Konsisten dengan tujuan investasinya, ia tidak tergiur mencairkan reksadana saat krisis tahun 1998 dan 2008.

Ia mengingatkan, investasi reksadana harus disesuaikan dengan kondisi likuiditas, profil risiko dan horison investasi si investor. Anita sendiri mengaku tipe investor agresif. Meskipun saat ini tingkat agresivitasnya mulai berkurang.

Anita menyarankan, bagi yang hendak berinvestasi harus mempunyai tujuan yang jelas. Jadi dana investasi tidak akan diutak-atik, apapun yang terjadi pada pasar.
Tapi investor bisa mengkaji ulang profil risiko setiap tiga tahun sekali untuk menentukan instrumen investasi yang tepat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×