kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Reksadana dollar masih mekar


Sabtu, 21 Oktober 2017 / 10:05 WIB
Reksadana dollar masih mekar


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) yang menguat terhadap rupiah selama sebulan terakhir berpengaruh ke kinerja reksadana berbasis dollar. Khususnya, yang memiliki portofolio pada saham dalam negeri. 

Per 20 Oktober 2017, kurs rupiah di pasar spot ada di posisi Rp 13.519 per dollar AS. Itu berarti, kurs rupiah sudah terpangkas 2,76% dibandingkan dengan posisi terkuat tahun ini Rp 13.156 pada 11 September. Sedangkan secara year to date, rupiah mengalami depresiasi 0,34%. 

Wawan Hendrayana, Head of Investment Research Infovesta Utama, menjelaskan, reksadana dollar AS yang menginvestasikan dana kelolaan di aset denominasi mata uang negeri Uak Sam berpotensi mendapat untung dari perubahan kurs saat ini. 

Namun, bagi reksadana dollar AS yang menempatkan dana kelolaa di aset yang berada di Indonesia seperti saham lokal, maka berpeluang menerima rugi kurs. Sebab, dollar AS menguat dan rupiah melemah. "Di saat shifting dari rupiah ke dollar AS, terkena potensi minus di situ," kata Wawan kemarin.

Hingga akhir tahun, Wawan memproyeksikan, reksadana dengan portofolio pendapatan tetap dollar AS akan berkinerja cemerlang. "Reksadana yang investasi ke obligasi Pemerintah RI berdenominasi dollar AS akan bagus sekali, karena suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sedang turun," ujar Wawan. Tren suku bunga rendah bakal membuat harga obligasi naik. 

Begitu juga dengan reksadana dollar AS yang isi portofolio adalah saham luar negeri seperti reksadana syariah global, kinerjanya juga akan baik. Soalnya, rata-rata saham di AS sedang mencatatkan rekor. Tapi, bagi reksadana dollar AS yang investasi di saham lokal, ada potensi performanya agak terkoreksi. 

Meski begitu, Wawan menganggap, kenaikan dollar AS terhadap rupiah belum signifikan. Sehingga, pengaruhnya juga belum signifikan terlihat pada reksadana dollar. 

Tetap untung 

Walau rupiah melemah, Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo mengatakan, kinerja Bahana Syariah Global Emerging USD besutan perusahaannya tidak terpengaruh perubahan nilai tukar. "Kinerja reksadana ini mengikuti indeks MSCI Syariah dan berbasis dollar," katanya, Kamis (19/10). 

Soni menambahkan, kinerja Bahana Syariah Global Emerging USD lebih dipengaruhi kinerja emiten, bukan nilai tukar rupiah. Jadi, meski ada depresiasi rupiah, imbal hasil produk tersebut saat ini masih menarik, sekitar 10% dalam dollar AS. 

Hingga akhir tahun, ia memproyeksikan, return reksadana itu berkisar 9%–10%. Sedangkan tahun depan, Soni memasang target imbal hasil Bahana Syariah Global Emerging USD 7%–8%. 

Di tengah penguatan dollar AS, Majoris USD Balance Indonesia (MUBI) juga berkinerja stabil. Secara year to date (ytd) per 29 September lalu, reksadana racikan Majoris Asset Management itu mampu membukukan kinerja 3,09%. "Kinerja ini kami nilai cukup baik untuk kategori reksadana campuran berdenominasi dollar AS," kata Head Of Business Development Majoris Asset Tandy Cahyadi, Kamis (19/10). 

Tapi, penguatan dollar AS tetap berpengaruh pada kinerja reksadana tersebut. Porsi saham akan terimbas risiko mata uang. Meski begitu, Tandy menuturkan, karena mayoritas instrumen investasi di dalam portofolio merupakan obligasi berdenominasi dollar AS, maka tidak banyak pengaruhnya terhadap MUBI. 

Dari sisi potensi imbal hasil dan risiko, Tandy mengungkapkan, MUBI bisa memberikan return yang lebih menarik, terutama bila dollar AS melemah. Sebaliknya, produk yang meluncur 16 Mei 2016 lalu itu dapat terdampak risiko nilai tukar dari porsi investasi sahamnya kalau mata uang USD menguat. 

Tandy memproyeksikan, reksadana berdenominasi dollar AS masih bisa memberikan potensi imbal hasil yang menarik, baik sampai akhir tahun ini ataupun tahun depan. "Faktor yang akan sangat memengaruhi kinerjanya kelak adalah laju kenaikan suku bunga bank sentral AS, The Fed, yang diharapkan tidak agresif," ungkap Tandy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×