Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Depresiasi rupiah ikut menyeret kinerja reksadana berbasis dollar Amerika Serikat (AS). Data Infovesta Utama menunjukkan seluruh reksadana saham berbasis dollar berkinerja minus secara year to date (YTD) 2 April 2015.
Manulife Greater Indonesia Fund mencatat kinerja paling bontot dengan minus 2,40%. Menilik fund factsheet Februari 2015, reksadana ini memiliki komposisi portfolio 89,9% saham dalam negeri, sekitar 6,59% saham luar negeri dan sekitar 3,51% merupakan pasar uang.
Saham pilihan antara lain Astra International, Bank Central Asia, dan Bank Mandiri Persero. Juga PT Bank Rakyat Indonesia dan PT Telekomunikasi Indonesia.
Reksadana First State Indoequity Opportunities Fund-USD juga berkinerja buruk dengan minus 1,93%. Demikian juga dengan BNP Paribas Astro yang mencatat minus 1,05%. Kinerja reksadana saham dollar AS tersebut jauh di bawah rata-rata kinerja reksadana saham yang sebesar 1,37% pada periode yang sama.
Tak hanya saham, jenis campuran dan pasar uang berbasis dollar AS juga tak berkinerja baik dengan sejumlah reksadana tercatat minus. Rata-rata reksadana campuran dollar AS hanya 0,05% atau di bawah indeks reksadana campuran yang sebesar 1,6%. Sedangkan rata-rata reksadana pasar uang dollar AS hanya sebesar 0,43% atau lebih rendah dibandingkan indeks reksadana pasar uang yang sebesar 1,78%.
Sementara itu, reksadana pendapatan tetap dollar AS menunjukkan kinerja positif dengan rata-rata 2,21%. Kendati demikian, masih di bawah indeks reksadana pendapatan tetap yang sebesar 3,16%.
"Pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan laju kinerja reksadana denominasi dollar AS cukup tertekan," ujar Viliawati, analis Infovesta Utama, Jakarta.
Pasalnya, reksadana berbasis dollar AS memiliki underlying asset dalam denominasi rupiah. Sedangkan penghitungan nilai aktiva bersih (NAB) dalam denominasi dollar AS. Efek konversi nilai tukar tersebut membuat kinerja reksadana tersebut menjadi menyusut.
"Hal ini khususnya terlihat pada reksadana dollar jenis saham yang seluruhnya mencatatkan kinerja negatif selama YTD 2 April lalu, padahal secara rata-rata reksadana saham membukukan kenaikan tipis," ujar Vilia.
Di sisi lain, tertinggalnya kinerja reksadana dollar jenis campuran dan pasar uang juga disebabkan oleh lebih rendahnya suku bunga deposito dalam dollar AS dibandingkan dalam rupiah. Informasi saja, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menetapkan tingkat bunga penjaminan simpanan valuta asing (valas) di bank umum hanya sebesar 1,5%. Sedangkan dalam rupiah mencapai 7,75%.
Vilia memperkirakan tekanan reksadana dollar AS masih tinggi seiring adanya fluktuasi nilai tukar rupiah. Selain akibat efek konversi mata uang, depresiasi rupiah juga akan memicu volatilitas nilai pasar portofolio reksadana. Sehingga, akan berdampak terhadap merosotnya kinerja reksadana.
"Investor yang berminat masuk ke reksadana dollar AS dapat mencermati produk pendapatan tetap yang memiliki portofolio pada efek yang juga berdenominasi Dollar," ujar Vilia.
Berikut ini 5 Reksadana Dollar Berkinerja Terburuk:
1. Manulife Greater Indonesia Fund -2.40% (Saham)
2. First State Indoequity Opportunities Fund - USD -1.93% (Saham)
3. BNP Paribas Astro -1.05% (Saham)
4. Bahana USD Cash -0.83% (Pasar Uang)
5. Manulife USD Aggressive Balance -0.68% (Campuran)
Ini 5 Reksadana Dollar Berkinerja Terbaik:
1. BNP Paribas Prima USD 3.67% (Pendapatan Tetap)
2. BNP Paribas Prima Asia USD 3.38% (Pendapatan Tetap)
3. Ashmore Dana USD Nusantara 3.23% (Pendapatan Tetap)
4. Danareksa Melati Premium Dollar 3.12 (Pendapatan Tetap)
5. Investa Dana Dolar Mandiri 2.82% (Pendapatan Tetap)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News