Reporter: Dina Farisah | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik dalam tiga hari terakhir. Kenaikan ini dipicu spekulasi menurunnya cadangan minyak.
Harga minyak WTI di bursa NYMEX-AS naik di level tertinggi sejak Juni 2011 di US$ 104,75 per barel, Selasa (10/06) sampai pukul 19.10 WIB. Jika dibandingkan sehari sebelumnya, harga minyak WTI pengantaran Juli 2014 ini telah naik 0,36% dibandingkan hari sebelumnya.
Menurut survei Bloomberg, cadangan minyak diprediksi turun 1,5 juta barel dibandingkan 6 Juni. Survei ini dilakukan sebelum rilis resmi dari Energy Information Administration (EIA), hari ini.
Survei Bloomberg terhadap enam analis memperkirakan cadangan minyak AS kemungkinan turun menjadi 388 juta barel. Cadangan minyak sempat menyentuh 399,4 juta barel pada 25 April. Ini merupakan penurunan terbesar sejak EIA mempublikasikan data pada tahun 1982.
"Laporan cadangan minyak akan menjadi kunci pergerakan harga minyak. WTI bisa menuju level US$ 105,25 per barel," terang Michael McCarthy, Chief Strategist CMC Markets di Sydney, kepada Bloomberg. The American Petroleum Institute (API) juga akan merilis data cadangan minyak, Selasa (10/6) malam. Analis pun memproyeksikan, cadangan minyak versi API akan menurun.
Ariston Tjendra, Head of Research & Analysis Division PT Monex Investindo Futures, mengatakan, saat ini, harga minyak sudah mendekati level resistance-nya. Apabila harga minyak berhasil ditutup di US$ 104,70 per barel maka ada potensi harga naik terbang ke US$ 105 per barel.
"Jika berhasil tembus ke US$ 105 per barel maka harga minyak bisa menguji ke level US$ 107 per barel," papar Ariston. Tapi menurut dia, harga minyak saat ini sudah tinggi dan rawan koreksi ke US$ 103,6 per barel.
Juni Sutikno, analis Philip Futures Indonesia, menuturkan, selain cadangan minyak yang menipis, harga minyak terangkat oleh positifnya data ekonomi China. Data manufaktur Tiongkok yang membaik menumbuhkan harapan permintaan dari negara importir terbesar minyak tersebut meningkat.
Di sisi lain, sektor manufaktur Jepang juga menunjukkan perbaikan. "Harga minyak sedang menuju resistance kunci di US$ 105 per barel," imbuh dia. Jika tidak berhasil ditembus, Juni memperkirakan, harga minyak akan jatuh ke US$ 101-US$ 102 per barel.
Secara teknikal, Ariston menilai, semua indikator masih memberi sinyal menguat. Moving average 50, 100 dan 200 masih memberi sinyal naik. MACD di area positif. Stochastic di area netral namun terbuka ke atas. Sementara RSI di 63%.
Prediksi Ariston, harga minyak sepekan ke depan di US$ 102,60-US$ 107 per barel. Proyeksi Juni, harga minyak di US$ 102-US$ 106 per barel. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News