Reporter: Dupla Kartini | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Besarnya permintaan dari kawasan Asia mendongkrak harga CPO dunia. Di dalam negeri, misalnya, kontrak CPO untuk pengiriman Oktober di Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia (BKDI) kemarin, bertengger di Rp 7.050 per kg, naik dari posisi akhir pekan (30/7) di Rp 6.900 per kg.
Lompatan harga ini terjadi di tengah berlanjutnya permintaan dari China, India, Pakistan dan Indonesia memasuki bulan Ramadhan dan pesta tahunan. Faktor lain yang mengangkat harga CPO adalah kondisi cuaca di negara produsen yang kurang mendukung bagi produksi sawit dan CPO.
Vice President Riset Valbury Asia Futures, Nico Omer Jonckheere meyakini kenaikan harga CPO seiring mengingkatnya impor dari kawasan Asia, khususnya Pakistan, jelang lebaran.
Selain itu, La Nina di kawasan Asia, terutama di negara produsen besar seperti Indonesia dan Malaysia, dinilainya akan memengaruhi suplai mendatang dan menghambat proses produksi CPO. "Seharusnya di musim kemarau ini curah hujan lebih sedikit, tapi yang terjadi malah lebih banyak. Hujan berlebih juga menghambat produksi dan pengiriman," ujar Nico.
Kepala Divisi Pengembangan Bisnis PT Monex Investindo Futures, Apelles RT Kawengian menambahkan, kenaikan harga CPO seiring menguatnya harga minyak mentah ke level US$ 79 per barel. "Memang kalau dibanding harga minyak, CPO lebih volatil geraknya karena selain untuk kebutuhan pangan juga digunakan untuk biodiesel," kata Apelles.
Apelles meyakini sampai akhir tahun ini, CPO akan bergerak menguat. Alasannya, permintaan masih akan terus meningkat, sebab sampai akhir tahun berlanjut beberapa perayaan hari besar. Selain itu, dia memprediksi dollar masih akan lemah. Untuk jangka pendek, dia memprediksi CPO bergulir di US$ 800-US$ 820 per ton.
Sementara, Nico memperkirakan sebulan ke depan, harga CPO berpotensi menyentuh US$ 850 per ton. Tapi, setelah itu, akan kembali jatuh ke bawah US$ 800 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News