kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

RBS optimistis rupiah 9.200 di 2013


Kamis, 30 Agustus 2012 / 22:47 WIB
RBS optimistis rupiah 9.200 di 2013
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia (BEI) meluncurkan daftar efek bersifat skuitas yang diperdagangkan dalam pemantauan khusus, Senin (19/7).


Reporter: Dyah Ayu Kusumaningtyas | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Rupiah terus tertekan seiring membengkaknya defisit transaksi berjalan sampai kuartal kedua ini. Namun Ekonom Senior Regional Royal Bank of Scotland (RBS), Erik Lueth meyakini rupiah sampai akhir tahun ini tidak akan tertekan sampai Rp 10 ribu per dollar AS. "Selama 3 bulan-6 bulan ke depan, rupiah akan sekitar 9.600 per dollar AS," kata Erik, Kamis (30/8).

RBS memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan BI rate di level 5,75% sampai akhir tahun 2013 sehingga rupiah punya potensi mencapai Rp 9.200 per dollar AS sampai akhir 2013. Erik mengutarakan pendapatnya bahwa memotong suku bunga dapat memperburuk pelemahan rupiah, sehingga akan memicu inflasi lebih tinggi, meningkatkan utang mata uang asing dan membebani investasi.

Erick meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus berlanjut. Menurutnya ekspor bahan baku dan permintaan domestik masih tinggi sehingga Indonesia lebih tidak sensitif terhadap pelemahan ekonomi global dibanding negara lainnya. "Jika pertumbuhan investasi dapat dijaga seperti pada kuartal kedua yaitu di angka 12,3%, maka akan mampu meningkatkan ekspor," ujar Erick.

Dengan kondisi permintaan luar negeri yang rendah dan permintaan dalam negeri yang tinggi, muncul kekhawatiran bahwa defisit neraca berjalan Indonesia akan semakin besar. Meskipun demikian, RBS berpendapat bawa defisit yang terjadi saat ini merupakan akibat dari meningkatnya pembiayaan investasi daripada peningkatan konsumsi.

"Untuk negara yang dalam tahap pembangunan seperti Indonesia adalah normal bila terdapat defisit dalam neraca keuangan," ujar Erik. Dia menjelaskan bahwa Return on Capital Investment masih tinggi di tahap awal pembangunan. Sehingga adalah wajar bila negara mengambil pinjaman luar negeri untuk investasi sebagai modal pembangunan di dalam negeri. "Peningkatan investasi dapat mendorong potensi produktif Indonesia dan kapasitas perolehan utang," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×