Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam beberapa waktu terakhir, laju saham-saham emiten bank kecil kompak melesat tinggi. Misalnya saja PT Bank Net Indonesia Syariah Tbk (BANK), PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA), PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB), PT Bank Jago Tbk (ARTO), dan PT Bank Ganesha Tbk (BGTG).
Bahkan, kini ARTO memiliki kapitalisasi pasar atau market capitalization (market cap) lebih dari Rp 100 triliun. Market cap tersebut lebih tinggi ketimbang raksasa consumer goods Asia PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang sebesar Rp 54 triliun.
Kepala Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Ike Widiawati menjelaskan, dari segi fundamental memang saham-saham mini masih belum terlalu kuat. Sementara dari segi valuasi, saham ARTO contohnya sudah tergolong mahal dan jauh dari harga wajarnya. Ike bilang, meskipun ekspektasi terhadap ARTO cukup besar, investor perlu lebih realistis dan memperhatikan risiko.
Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mengungkapkan, fenomena melejitnya saham-saham ini tak lepas dari ramainya investor ritel yang memburu saham-saham tersebut. Seperti diketahui semenjak pandemi Covid-19 investor ritel di Indonesia terus meningkat.
Baca Juga: Inilah instrumen investasi yang diprediksi paling cuan tahun 2021
Dalam catatan Kontan.co.id, peningkatan jumlah investor di pasar modal terus berlanjut pada awal tahun ini. Per 22 Februari 2021, total investor pasar modal (saham, surat utang, reksadana) mencapai 4,4 juta dengan investor saham sebanyak 2,01 juta.Jumlah investor pasar modal dan saham tersebut masing-masing bertambah 13% dan 18% dibanding posisi akhir 2020 yang sebanyak 3,88 juta dan 1,7 juta.
Teguh melanjutkan, sekitar sepertiga dari jumlah investor pasar modal Indonesia belum memiliki pengalaman setidaknya satu tahun. "Yang perlu digarisbawahi adalah penambahan investor baru tersebut, dengan pengalaman kurang dari satu tahun, mereka belum mengerti betul terkait kondisi keuangan, fundamental, dan terkait valuasinya. Jadi apa yang lagi ramai, itu yang mereka beli,” kata Teguh, Senin (8/3).
Dia menyarankan agar pelaku pasar atau investor pemula lebih cermat sebelum memutuskan untuk membeli saham dengan membaca terkait laporan keuangan dan informasi resmi dari emiten. Teguh juga mengingatkan investor untuk tetap realistis dan tidak mudah tergiring oleh pemberitaan yang tengah ramai diperbincangkan.
Baca Juga: Harga Saham Bank-Bank Kecil Melonjak Terkerek Isu Neobank
Lebih lanjut, Teguh melihat fenomena ini merupakan hal yang normal. Menurut dia, Bursa Efek Indonesia masih sangat layak menjadi tempat investasi. Seiring dengan berjalannya waktu, nantinya investor pemula ini akan menjalani proses seleksi alam dan nantinya mereka bakal menjadi pelaku pasar yang lebih berpengalaman.
Hanya saja, dia menyebut sekarang ini Bursa Efek Indonesia terlalu mengejar target bertambahnya emiten-emiten anyar. “Saking mendorongnya perusahaan untuk IPO, perusahaan jadi tidak terseleksi dengan baik, kualitasnya turun,” tambah Teguh.
Memang, jika dilihat sampai Senin (8/3) jumlah perusahaan di BEI tercatat lebih dari 700 emiten atau melesat dari posisi akhir tahun 2015 yang sejumlah 525 perusahaan. Selain itu, sambungnya, Bursa Efek Indonesia juga bisa menggalakkan edukasi secara resmi untuk pelaku pasar pemula.
Baca Juga: Dari BBYB Hingga AMAR, Lonjakan Harga Saham Bank Kecil Diwarnai Aksi Investor Kakap
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News