kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Ramainya Aksi Dedolarisasi Belum Signifikan Kurangi Pamor Dolar AS


Kamis, 23 November 2023 / 18:40 WIB
Ramainya Aksi Dedolarisasi Belum Signifikan Kurangi Pamor Dolar AS
ILUSTRASI. Petugas menunjukan uang pecahan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Senin (20/11/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah dunia meninggalkan dolar Amerika Serikat (AS) atau disebut dedolarisasi terus meluas. Banyak negara-negara saat ini tidak melibatkan dolar AS untuk kebutuhan transaksi.

Teranyar, kesepakatan pertukaran mata uang senilai sekitar US$7 miliar antara China dan Arab Saudi telah ditanggapi sebagai upaya buang dolar AS. Hal itu mengingat Arab Saudi adalah eksportir minyak terbesar dunia yang sebagian besar perdagangan minyak global dilakukan dalam dolar.

Perjanjian tersebut bahkan telah meninggalkan tanda-tanda bahwa Arab Saudi akan bergabung bersama negara-negara BRICS yakni Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan untuk menciptakan mata uang pesaing dolar. Sebab, hubungan bilateral antara Arab Saudi dan China semakin erat dalam beberapa tahun ke belakang.

Selain China, negara-negara anggota ASEAN juga gencar mengupayakan transaksi dengan lebih memanfaatkan mata uang domestik. Salah satunya Indonesia yang baru-baru ini meneruskan langkah ketergantungan dolar AS dengan cara penerapan transaksi QRIS di kawasan Asia Tenggara.

Baca Juga: Rupiah Jisdor Melemah 0,06% ke Rp 15.593 Per Dolar AS Pada Kamis (23/11)

Upaya dedolarisasi memang terus menjadi perbincangan di banyak tempat belakangan ini. Namun, apakah sebenarnya langkah-langkah melengserkan dolar AS sudah cukup berarti?

Pengamat Mata Uang Lukman Leong menilai bahwa dedolarisasi sebenarnya telah ditanggapi berlebihan. Walaupun posisi dolar sebagai mata uang cadangan terus menurun, namun transaksi harian masih didominasi oleh dolar AS.

“Saya tidak bisa secara yakin mengatakan apabila dolar AS suatu saat akan menjadi tidak relevan. Namun untuk jangka pendek, saya melihat dominasi dolar AS masih susah digoyahkan,” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Kamis (23/11).

Menurut Lukman, nilai dolar AS kemungkinan akan turun di bawah 50% sebagai mata uang cadangan. Akan tetapi, transaksi global menggunakan dolar AS dipandang masih akan terus mendominasi.

Dia melihat penurunan nilai dolar AS saat ini bahkan tidak berasal dari upaya dedolarisasi. The Greenback memang dianggap sudah saatnya koreksi yang sudah mengalami reli selama bulan Juli hingga awal November 2023.

Investor melihat dolar AS telah overvalued dan terjadi aksi ambil untung (taking profit) terhadap USD. Hal tersebut dipicu oleh ekspektasi meredanya prospek suku bunga The Fed setelah data inflasi yang lebih rendah.

Baca Juga: Rupiah Spot Menguat 0,14% ke Rp 15.553 Per Dolar AS Pada Kamis (23/11)

Sementara itu, Lukman melihat efek dari dedolarisasi nampaknya kurang signifikan bagi pergerakan rupiah. Nilai tukar rupiah memang diproyeksi ke depannya bisa lebih kuat terhadap dolar AS, tetapi penguatan utamanya akan berasal dari naiknya harga-harga komoditas.

“Rupiah adalah mata uang komoditas. Dengan harapan pemulihan ekonomi global tahun depan, harga komoditas diperkirakan akan kembali naik sehingga akan sangat mendukung rupiah,” imbuh Lukman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×