Reporter: Sandy Baskoro, Wahyu Satriani | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Prospek emiten batubara hingga akhir tahun ini diprediksi masih suram. Proyeksi itu tecermin dari laju harga sahamn sektor batubara. Harga saham sejumlah emiten batubara rata-rata merosot 28%, terhitung sejak awal tahun hingga Jumat (24/8) atau year-to-date (ytd).
Harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI), misalnya, telah anjlok 57%. Harga saham PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) juga merosot 31%, adapun harga saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) merosot 5%.
Suramnya prospek emiten batubara sejalan dengan penilaian Moody\'s Investors Service. Moody\'s, belum lama ini, memangkas peringkat utang BUMI menjadi B1 dari sebelumnya Ba3. Penurunan peringkat tersebut mencerminkan memburuknya likuiditas dan kredit BUMI.
Moody\'s menyoroti sedikitnya tiga faktor, yakni melemahnya margin operasi BUMI, rencana belanja anggaran yang besar, serta beban utang dan bunga yang besar.
Moody\'s juga menurunkan outlook peringkat BRAU, dari sebelumnya positif menjadi stabil. Meski begitu, peringkat utang emiten batubara ini tetap dipertahankan di B1.
Simon Wong, Vice President-Senior Analyst Corporate Finance Group Moody\'s Investors Service Singapore Pte Ltd, dalam rilisnya baru-baru ini, menulis, outlook peringkat BRAU melorot lantaran ada penurunan harga jual batubara dan meningkatnya biaya produksi.
Alhasil, margin keuntungan Berau Coal tertekan. Moody\'s memperkirakan, BRAU bakal kesulitan menurunkan biaya penambangan dalam waktu dekat ini akibat kebijakan peningkatan volume produksi.
Moody\'s memprediksi, harga batubara termal di Newcastle, yang menjadi patokan harga batubara di Asia berada di kisaran US$ 90 hingga US$ 95 per ton pada tahun ini. Jumlah tersebut jauh di bawah harga tahun lalu di level US$120 per ton. "Harga tersebut kemungkinan tidak akan rebound pada 2013, kecuali ada peningkatan keseimbangan yang signifikan antara permintaan dan penawaran," tutur Wong.
Impor batubara dari China diproyeksikan melambat pada paruh kedua tahun ini karena tingkat persediaan batubara di Negeri Tembok Raksasa itu masih tinggi. Setengah dari impor batubara China berasal dari Indonesia.
Managing Research Indosurya Asset Management Reza Priyambada berpendapat, kinerja emiten batubara masih akan menunjukkan pelemahan seiring berkurangnya permintaan. Kendati demikian, emiten seperti BRAU bakal tertolong kontrak jangka panjang. Kontrak jangka panjang akan menolong kinerja emiten karena harga jual batubara sudah dipatok saat awal kontrak. Dengan demikian, "Emiten akan meraih pendapatan dari harga yang telah disepakati tanpa terpengaruh oleh penurunan harga di pasar," ungkap Reza.
Tapi Indosurya melihat harga saham BRAU sulit rebound hingga akhir tahun ini. Harga BRAU diprediksi hanya menyentuh kisaran Rp 350 hingga Rp 400 per saham hingga akhir 2012.
Sedangkan analis Samuel Sekuritas Indonesia, Yualdo Yudoprawiro, menurunkan rekomendasi untuk saham BUMI menjadi hold. Target harganya juga dipangkas menjadi Rp 1.220 per saham, yang mencerminkan price to earning ratio (PER) 2012 sebesar 11,5 kali. "Kami menurunkan target produksi batubara BUMI di 2012 dari sebelumnya 85 juta ton menjadi 71,8 juta ton," tulis Yualdo dalam riset terakhir di awal Juli lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News