kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.702.000   23.000   1,37%
  • USD/IDR 16.450   -42,00   -0,26%
  • IDX 6.665   119,20   1,82%
  • KOMPAS100 951   16,29   1,74%
  • LQ45 748   15,90   2,17%
  • ISSI 208   3,64   1,78%
  • IDX30 390   8,22   2,16%
  • IDXHIDIV20 467   6,80   1,48%
  • IDX80 108   1,96   1,84%
  • IDXV30 111   0,63   0,57%
  • IDXQ30 128   2,31   1,84%

Prospek Pasar Obligasi Domestik Tetap Menarik Kendati Yield UST Naik


Rabu, 12 Maret 2025 / 17:31 WIB
Prospek Pasar Obligasi Domestik Tetap Menarik Kendati Yield UST Naik
ILUSTRASI. Prospek pasar obligasi domestik dinilai tetap menarik, kendati yield US Treasury (UST) 10 tahun kembali ke atas 4,25%.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek pasar obligasi domestik dinilai tetap menarik, kendati yield US Treasury (UST) 10 tahun kembali ke atas 4,25%. Dus, dana asing diperkirakan tetap masuk ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) walaupun alirannya kemungkinan akan fluktuatif.

Fixed Income Analyst Pefindo Ahmad Nasrudin mengatakan kenaikan yield UST umumnya menjadi salah satu faktor pemicu arus keluar dari pasar surat utang domestik. Sebab, investor asing melihat pasar AS menawarkan imbal hasil tinggi, bebas risiko translasi, dan dianggap lebih aman.

Namun demikian, melihat periode dua tahun terakhir asing memiliki kecenderung akan kembali masuk ke pasar domestik. Utamanya, ketika harga sudah terdiskon cukup jauh dan rupiah terdepresiasi.

"Sehingga, mereka bisa membeli murah dan lebih banyak unit akibat depresiasi rupiah," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (12/3).

Hari ini, rupiah tercatat alami tekanan kembali. Rupiah spot berada di Rp 16.452 per dolar Amerika Serikat (AS) atau turun 0,85% dalam sepekan. Sementara rupiah Jisdor turun 0,5% dalam sepekan ke Rp 16.453 per dolar AS.

Baca Juga: Kompak, Rupiah Jidor Melemah 0,14% ke Rp 16.453 Per Dolar AS pada Rabu (12/3)

Dana asing juga terpantau masih terus masuk ke pasar obligasi domestik. Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI), data transaksi 3 – 6 Maret 2025 nonresiden tercatat beli neto Rp 9,53 triliun di pasar SBN dan selama tahun 2025 nonresiden tercatat beli neto Rp 19,01 triliun.

Ahmad melihat prospek pasar obligasi tetap menarik, khususnya di tengah ketegangan perang dagang. Ketidakpastian akibat perang dagang akan memicu investor untuk cenderung lebih risk averse dan menghindari aset berisiko.

"Sebagai hasilnya, pasar surat utang pemerintah menjadi pilihan utama," katanya.

Pendukung lainnya dari peringkat sovereign yang stabil di investment grade menjadi katalis positif bagi pasar surat utang domestik. Selain meningkatkan kepercayaan terhadap pasar, pengumuman tersebut juga menegaskan bahwa fundamental domestik relatif terjaga di tengah sentimen negatif eksternal.

Sebelumnya, Lembaga pemeringkat Fitch kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB (satu tingkat di atas level terendah investment grade) dengan outlook stabil.

Alhasil, dengan peringkat itu diyakini akan mendorong arus modal masuk ke pasar domestik. Apalagi, di antara negara dengan kategori peringkat sovereign BBB, Indonesia dan India adalah dua negara dengan yield yang lebih tinggi, yang mana hal ini menjadi daya tarik tersendiri.

"Hanya saja, alirannya kemungkinan akan fluktuatif mengikuti perkembangan sentimen eksternal, sama seperti dua tahun terakhir," tegasnya.

Dengan demikian, ia memperkirakan yield SUN 10 tahun akan bergerak lebih rendah hingga akhir tahun 2025. Secara rata-rata, Ahmad memproyeksikan di kisaran 6,31%-6,69% seiring dengan pemangkasan suku bunga.

Sementara untuk semester I 2025, Pefindo memperkirakan direntang 6,6%-6,9%. Kebijakan Trump dan eksesnya menjadi sentimen bagi pasar ke depan.

Selain itu, beberapa faktor juga akan menjadi sentimen pasar ke depan, termasuk konflik geopolitik eksternal karena ia menilai belum 100% selesai secara normal, tapi lebih karena paksaan Trump. Lalu, kebijakan moneter AS, yang mana ruang pelonggaran moneter oleh the Fed akan sangat dipengaruhi oleh data-data terbaru terkait dengan inflasi dan tingkat pengangguran.

Selanjutnya, kebijakan fiskal Jerman yang mana pelonggaran fiskal oleh Kanselir baru (sebuah langkah reformatif dan belum pernah terjadi sebelumnya) telah mendorong yield naik tinggi. Sehingga berpotensi menarik dana asing ke negara tersebut.

Lalu, kebijakan moneter domestik. Perkembangan dari deflasi baru-baru ini akan menjadi titik kunci bagi arah kebijakan yang akan diambil oleh Bank Indonesia. Terakhir, defisit fiskal domestik.

Ahmad menerangkan, langkah efisiensi belum memberikan gambaran jelas tentang berapa yang bisa dihemat oleh pemerintah dan bagaimana cara mencapainya. Jelang akhir kuartal I 2025 ini juga belum ada kejelasan terkait dengan bagaimana realisasi dari penerimaan maupun belanja pemerintah dan pembiayaan anggarannya, sehingga berbagai hal tersebut masih menjadi tanda-tanya dan mengundang spekulasi pasar.

"Tanpa langkah nyata, itu hanya akan menjadi sentimen negatif bagi pasar," tutup Ahmad.

Baca Juga: Loyo, Rupiah Spot Melemah 0,26% ke Rp 16.452 Per Dolar AS pada Rabu (12/3)

Selanjutnya: Trump Sebut Kekerasan terhadap Tesla sebagai Terorisme Domestik

Menarik Dibaca: Idepreneurs Gandeng BRI dan Wappin, Perkuat Ekosistem UMKM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×