Reporter: Muhammad Khairul | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) adalah satu dari mayoritas emiten bank yang mencatatkan kinerja lumayan di kuartal III 2012. Bank pelat merah ini meraup laba bersih Rp 13,17 triliun, naik 26% daripada laba bersih di kuartal III 2011.
Padahal, pendapatan bunga bersih atau net interest income BBRI tumbuh tipis 1,98% year-on-year (YoY) menjadi Rp 26,7 triliun per 30 September 2012. Sementara pertumbuhan penyaluran kredit BBRI di bawah pencapaian industri, yakni 15,89% (YoY) menjadi Rp 320,2 triliun. Adapun pertumbuhan kredit industri perbankan di periode itu berkisar antara 22% - 24%.
Margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) di kuartal III 2012 sejatinya menurun menjadi 8,43% dibanding kuartal III 2011 sebesar 10,04%. Ini lantaran BBRI memangkas bunga kredit sebesar 50 basis poin - 100 basis poin. Penyaluran kredit yang lebih lambat dari industri juga menjadi penyebab NIM bank ini menyusut.
Analis Mega Capital Indonesia, Arief Fahruri, menilai kendati NIM BBRI turun, tapi masih di atas rata-rata NIM industri sebesar 6,6% per Agustus 2012. “Karena mereka fokus di segmen mikro dan diharapkan akan menjaga NIM,” kata dia, seraya memprediksi BBRI di masa depan bisa mempertahankan NIM di atas 8%.
BBRI juga dianggap semakin efisien. Hal itu tecermin dari biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) BBRI yang sebesar 61,76%, lebih rendah dari periode sama tahun lalu 67,93%.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Joseph Pangaribuan, menilai penurunan BOPO ini didukung penurunan provisi. Di periode itu, provisi BBRI turun 59,62% (YoY) menjadi Rp 2,1 triliun. “Tapi saya tak melihat ini peningkatan efisiensi, karena hanya perubahan accounting,” kata dia.
Pembukuan BBRI saat ini telah menerapkan PSAK yang baru sehingga ada penghitungan yang tak tercatat dan membuat BOPO lebih rendah. Selain itu, menurut Joseph, BOPO BBRI lebih tinggi daripada bank besar lain seperti Bank Mandiri dan Bank BCA. BOPO kedua bank ini disebut bisa lebih rendah karena kontribusi pendapatan non-bunga atau fee base income lebih besar. “Misalnya, orang lebih banyak memanfaatkan fasilitas debit Mandiri dan BCA,” ungkap Joseph.
Samuel Sekuritas juga memprediksi BBRI di masa depan sulit meraih untung besar untuk menutupi biaya ekspansi yang tinggi. Persaingan ketat di segmen kredit mikro bisa memaksa BBRI menurunkan bunga kredit.
Selain mengandalkan kredit mikro, BBRI saat ini mulai menggenjot kredit korporasi. Porsi kredit ini naik menjadi 24,6% dari total portofolio, dibanding periode sama tahun lalu 20,6%. Kenaikan segmen kredit korporasi bisa menjaga kualitas aset BBRI.
Non-performing loan (NPL) emiten ini per kuartal III 2012 menurun menjadi 2,33% dibandingkan kuartal III 2011 sebesar 3,26%. “Rata-rata seluruh segmen kredit turun 2%,” kata Arief.
Dia memperkirakan pertumbuhan kredit BBRI tahun depan lebih agresif, yakni menjadi 20%. Adapun proyeksi pendapatan bunga bersihnya Rp 47 triliun dengan laba bersih Rp 20 triliun.
Arief merekomendasikan buy BBRI dengan target harga Rp 8.400. Joseph menyarankan hold di target Rp 7.800 yang mencerminkan PBV 2,5 kali untuk 2013. Isfhan Helmy, analis Sucorinvest Central Gani, merekomendasikan buy dengan target Rp 9.800 mencerminkan PBV 3 kali untuk 2013. Harga BBRI, Senin (5/11), menurun 0,70% menjadi Rp 7.100 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News