Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) diramal lebih baik di tahun 2023. Pemulihan ekonomi bakal mendorong bisnis emiten grup Salim ini.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Natalia Susanto mengatakan, harga bahan baku yang lebih rendah bakal mendukung pertumbuhan INDF di tahun ini. Kinerja INDF bakal terkerek penjualan anak usahanya yakni Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan Bogasari.
"ICBP dan Bogasari akan tetap menjadi pendorong pertumbuhan sebagai penerima manfaat dari pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan harga komoditas yang melandai," ungkap Natalia dalam risetnya tanggal 6 Desember 2022.
Pasalnya gandum untuk bahan baku pembuatan mi yang diolah ICBP ataupun kebutuhan untuk Bogasari, harganya terus melandai seiring berkurangnya tensi konflik Rusia dan Ukraina. Sementara Average Selling Price (ASP) atau rerata harga jual masih diposisi yang cukup tinggi.
Baca Juga: Rekomendasi Saham Indofood CBP (ICBP) yang Solid Didukung Kekuatan Harga Jual
Bogasari sebagai produsen produk turunan dari terigu melaporkan pertumbuhan pendapatan terkuat atau tumbuh 24,7% secara tahunan hingga kuartal III-2022. Natalia bilang, sebagian besar pendapatan didukung oleh ASP yang lebih tinggi namun dengan volume penjualan yang datar.
Sementara, ICBP melaporkan pertumbuhan pendapatan sebesar 15,5% secara tahunan hingga September 2022. Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan volume secara keseluruhan divisi Dairy dan adanya penyesuaian harga.
Dalam periode Januari-September 2022, divisi Mie atau Noodle ICBP menaikkan ASP sebesar 11% dengan volume penjualan tumbuh sebesar 5% secara tahunan.
Dengan demikian, tercipta margin yang lebih sehat. Disaat harga bahan baku melandai, ASP produk dari INDF masih di level yang tinggi.
Hanya saja, Natalia menjelaskan, peningkatan margin yang solid terbebani bunga yang lebih tinggi dan kerugian valuta asing (asing). Biaya bunga yang lebih tinggi dan kerugian valas memberikan tekanan pada laba bersih INDF yang turun 14% secara tahunan di periode sampai kuartal ketiga 2022.
Per September 2022, menunjukkan bahwa laba bersih INDF tergerus 14,07% secara tahunan menjadi Rp 4,64 triliun. Realisasi kinerja itu tidak mengikuti kenaikan penjualan 11,01% menjadi Rp 80,82 triliun hingga kuartal III-2022.
Analis Pilarmas Investindo Desy Israhyanti menyoroti bahwa tantangan yang dihadapi oleh INDF adalah kenaikan cost of fund atas peningkatan suku bunga.
Hal itu terpantau dari lonjakan signifikan atas beban bunga mencapai 167% di sepanjang kuartal III-2022. Meski dari sisi Interest coverage ratio (ICR) yakni kemampuan operasi perusahaan menutupi beban keuangan masih cenderung aman.
"Pelemahan rupiah turut menjadi perhatian sebab INDF belum ada kebijakan hedging atau lindung nilai disaat beberapa pembelian dilakukan dalam dollar AS," jelas Desy kepada Kontan.co.id, Rabu (25/1).
Selain itu, ada pula risiko utang INDF yang berdenominasi mata uang dollar. Sehingga, penguatan dollar AS berpengaruh signifikan terhadap tingkat leverage INDF.
Kendati demikian, lanjut Desy, rupiah mulai bergerak menguat saat ini. Dengan kata lain, tekanan dari fluktuasi nilai tukar bakal berkurang untuk pembelian bahan baku dan kondisi leverage perusahaan.
Terlebih, pemulihan ekonomi dalam negeri dan harga komoditas yang digunakan sebagai bahan baku mulai mengalami penurunan. Ini menjadi katalis positif bagi INDF dan anak usahanya yang bergerak pada sektor konsumer.
Baca Juga: Begini Dampak Inflasi Tinggi ke Investasi Saham
Persiapan Pemilihan Umum (pemilu) dapat mendorong konsumsi masyarakat. Ditambah pula, angka inflasi telah mengalami penurunan. Tak hanya itu, sentimen dari kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) berdampak positif dalam mendorong konsumsi.
Desy memproyeksikan pendapatan INDF di tahun 2022 sekitar Rp 107,8 triliun dengan laba bersih Rp 8,91 triliun.
Sedangkan untuk tahun 2023 diperkirakan bakal mencapai pendapatan dan laba bersih masing-masing sebesar Rp 120 triliun dan Rp 10,65 triliun.
Sementara, divisi agribisnis dipandang tidak bakal memberikan kontribusi signifikan pada tahun 2023. Hal tersebut berkaitan dengan turunnya harga komoditas Crude Palm Oil (CPO).
Menurut Analis Ciptadana Sekuritas Putu Chantika, harga CPO akan lebih rendah di tahun 2023, sehingga hanya sedikit katalis untuk mendorong bisnis INDF. Harga CPO telah turun menjadi MYR 3.950/ton pada awal Desember 2022.
"Kami menilai segmen agribisnis tidak akan menjadi pendorong pertumbuhan pendapatan di masa mendatang ," ujar Putu dalam riset 2 Desember 2022.
Harga gandum yang melandai juga nantinya berdampak pada penyesuaian ASP produk Bogasari. Putu meyakini, INDF kemungkinan besar akan melakukan penurunan harga di kuartal I-2023.
Adapun Putu merekomendasikan buy saham INDF dengan target harga sebesar Rp 9.200 per saham. Desy menyarankan Buy dengan target harga di Rp 8.500 per saham.
Setali tiga uang, Natalia menyarankan Buy saham INDF, namun dengan target harga lebih rendah sebesar Rp 7.600 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News