Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Suku bunga acuan yang stagnan di level 7,5% membuat membuat sejumlah bank kini mulai mengerek suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR). Langkah ini dilakukan untuk mengimbangi suku bunga simpanan.
Analis MNC Securities, Zabrina Raissa mengatakan, tidak semua emiten perbankan menaikkan suku bunga KPR. "Beberapa bank menaikkan, untuk mengimbangi suku bunga simpanan yang juga naik," tegas dia. Emiten perbankan menaikkan bunga KPR agar cost of fund stabil.
Emiten yang menaikkan suku bunga diantaranya, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA). Per Agustus 2014 BNGA sudah menaikkan bunga KPR 25 basis poin. PT Bank Tabungan Negara (BBTN) juga menaikkan bunga KPR 0,5% pada periode Juli-Agustus.
Namun, beberapa bank masih menjaga bunga KPR adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). "Mereka memilih menjaga kualitas kredit," imbuh Zabrina.
David N Sutyanto, Analis First Asia Capital mengatakan, kenaikan bunga KPR bisa berdampak pada naiknya rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) perbankan. Menurut dia, kemampuan masyarakat membayar cicilan KPR berubah dari tahun ke tahun. Apalagi, KPR adalah kredit jangka panjang. "Biasanya KPR bisa di atas 10 tahun," ujar David.
Tjandra Lienandjaja, Analis Mandiri Sekuritas dalam riset 26 Agustus 2014 mengatakan, tingkat non performing loan (NPL) bank cenderung turun. Pada Juni 2014, NPL perbankan 2,16%, dari 2,18% pada Mei 2014. NPL kredit modal kerja turun menjadi 2,44% pada Juni dari 2,53% per Mei, sedangkan NPL kredit investasi naik menjadi 2,27% dari 2,20% pada Mei. NPL kredit konsumsi pun turun menjadi 1,57% dari 1,59% di periode yang sama.
Kredit melambat
Sementara itu, menurut Tjandra, pertumbuhan kredit bank hanya 17,2% year on year (yoy) pada Juni 2014 turun dibandingkan 17,9% pada Mei 2014. Pertumbuhan ini mendekati target penyaluran kredit Bank Indonesia (BI) yang sebesar 15%-17%.
Eka Savitri, Analis Danareksa Sekuritas dalam riset 11 Agustus 2014 bilang, bagi emiten bank besar bunga tinggi tak akan menghambat kinerja. Bahkan dia melihat, kinerja emiten perbankan masih sesuai estimasi. Margin bank besar masih lebih baik. Namun, margin bank kecil memang tertekan.
Menurut Eka, ini karena bank besar memiliki struktur dana pihak ketiga seperti tabungan. Sementara bank kecil lebih banyak deposito alias dana mahal.
Eka memperkirakan, pada semester II tahun ini akan lebih menantang bagi perbankan, khususnya bank kecil. Kompetisi bank untuk mengumpulkan deposito pun semakin ketat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran adanya perang bunga untuk menggenjot likuiditas hingga akhir tahun ini.
Tjandra memperkirakan, sampai akhir tahun pertumbuhan kredit akan cenderung melambat dengan kualitas aset yang memburuk. Dia menduga, kredit hanya akan tumbuh 16% di akhir tahun. Dan tingkat NPL akan berada di puncak pada kuartal III-2014.
Zabrina mengatakan, likuiditas di semester II akan semakin ketat lantaran banyak bank yang berkompetisi mencari dana pihak ketiga. Namun, sejauh ini ia menilai, sektor perbankan masih positif, dengan rasio kecukupan modal yang masih terjaga di atas 19% dan loan deposit ratio 90%. "Prospek perbankan masih bagus, apalagi untuk long term," papar dia.
Tahun ini, Zabrina memperkirakan, pendapatan bunga bersih sektor perbankan masih akan tumbuh 25% yoy dengan laba bersih tumbuh 14%.
David pun menilai, kondisi fundamental perbankan, khususnya untuk bank besar masih cukup sehat. Dia optimistis, NPL sektor perbankan hingga akhir tahun ini akan berada di bawah 2%. Ia memprediksi, pendapatan bunga bersih dan laba bersih dapat tumbuh 17% dan 15%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News