Reporter: Agus Triyono, Asep Munazat Zatnika, Fahriyadi, Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Emiten sawit nampaknya harus bersiap-siap. Pemerintah memastikan akan mengenakan pungutan atas ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya pada akhir April ini. Menteri Koordinator Ekonomi Sofyan Djalil mengatakan, semua aturan yang mendasari pungutan sudah kelar. "Aturannya tinggal ditandatangani Presiden," ujar Sofyan, kemarin (15/4).
Isinya tak berubah dari rencana awal yakni: US$ 50 untuk setiap ton CPO yang diekspor dan US$ 30 per ton untuk minyak olein yang pengusaha jual keluar negeri. Dengan keluarnya kebijakan ini, pemerintah bakal membebaskan bea keluar ekspor CPO yang harganya di bawah US$ 750 per ton.
Sofjan menegaskan, bila pengusaha tak mau membayar pungutan tersebut, pemerintah akan menjatuhkan sanksi tegas yakni berupa denda dan pencabutan izin ekspor. Sayang, Sofyan tak menyebut besaran denda itu. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan, regulasi tentang pungutan ekspor CPO akan segera dia serahkan ke Presiden Joko Widodo untuk ditandatangani. "Sore ini (15/4) akan saya tandatangani," kata Bambang, kemarin.
Adapun, dasar hukum atas pungutan ekspor CPO ini, kata Sofyan, adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Kalkulasi pemerintah, dari pungutan ekspor CPO ini akan ada dana yang masuk sekitar Rp 5 triliun-Rp 7 triliun per tahun.
Dana itu rencananya akan masuk ke rekening Badan Layanan Umum dan untuk sejumlah kegiatan. Pertama, untuk penanaman kembali kebun CPO seluas 4 juta hektare (ha) yang tidak bisa ditanam kembali karena petani tidak mempunyai dana. Kedua, riset dan pengembangan.
Pemerintah ingin mendidik petani agar bisa meningkatkan produktivitas perkebunan sawitnya Badan layanan umum ini akan terintergrasi dengan Kementerian Keuangan. Pembentukan BLU ini telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK).
"Opsinya, ada di direktorat perbendaharaan negara atau di badan kebijakan fiskal," imbuh Kiagus Ahmad Badaruddin, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan. Meski bisa menerima putusan pemerintah atas pungutan ini, pengusaha masih berharap, pemerintah menerima usulan mereka.
Menurut Derom Bangun, Ketua Dewan Minyak Sawit yang membawahi delapan asosiasi pengusaha sawit meminta agar nilai pungutan ini diturunkan menjadi US$ 40 per ton untuk CPO dan US$ 25 per ton untuk produk turunannya. "Usulan ini adalah hasil rumusan seluruh asosiasi sawit mulai dari pengusaha hingga petani," ujar Derom ke KONTAN. Menurutnya, pemerintah harus mempertimbangkan permintaan ini demi kelangsungan bisnis industri dan petani.
Saat ini, kata Derom, pengusaha menunggu hingga beleid yang mengatur pungutan atas ekspor CPO dan produk turunannya ini keluar.
Adapun, Presiden Direktur PT Astra Internasional Tbk Prijono Sugiarto mengaku bisa menerima kebijakan ini. Pasalnya, kebijakan ini bisa mengerek harga CPO serta meningkatkan kebutuhan domestik. Pasalnya, seiring dengan putusan itu, pemerintah juga akan menambah kewajiban penggunaan bahan bakar nabati. dari 10% menjadi 15%. Harapannya, ini pula akan melecutkan kebutuhan domestik akan biodiesel.
PT Astra Internasional Tbk memiliki anak usaha perkebunan sawit PT Astra Agro Lestari dengan produksi 1,8 juta ton per tahun. Namun, kata Derom, pemerintah harus melibatkan swasta untuk mengawasi penghimpunan dana dari sawit tersebut. Sebab, semangat awalnya, hasil pungutan ini untuk membangun industri sawit nasional secara komprehensif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News