kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produksi naik, harga minyak tertekan


Sabtu, 02 Maret 2013 / 07:58 WIB
Produksi naik, harga minyak tertekan
ILUSTRASI. Seorang tenaga kesehatan menyuntik vaksin COVID-19 kepada anak saat vaksinasi massa di Lapangan Merdeka, Kota Ambon, Maluku,


Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Harga minyak mentah terjerembab hingga ke level terendah di tahun ini. Produksi minyak negara-negara anggota organisasi negara-negara produsen minyak (OPEC) yang meningkat menjadi penyebabnya.

Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April 2013 di Bursa Nymex, Jumat (1/3) pukul 17.30 WIB, turun 1,08% menjadi US$ 91,05 per barel dibanding harga sehari sebelumnya. Selama sebulan ini, harga minyak jenis WTI telah turun sebesar 7,32%.

Menurut survei Bloomberg, produksi minyak mentah negara anggota OPEC seperti Libia, naik sebesar 130.000 barel menjadi 1,24 juta barel di bulan lalu. Selain itu, produksi minyak dari Arab Saudi juga meningkat menjadi 9 juta barel per hari. Sementara, China sebagai konsumen minyak mentah terbesar kedua dunia, masih menunjukkan perlambatan ekonomi.

Berdasarkan data HSBC Holdings Plc dan Market Economics, Purchasing Manufacturing Index (PMI) China turun dari level 52,3 menjadi 50,4 di Januari.  "Ini memperlihatkan permintaan masih belum normal karena perkembangan ekonomi masih belum terlalu bagus," ujar Ric Spooner, Kepala Analis CMC Market seperti dikutip Bloomberg.  

Nizar Hilmy, analis SoeGee Futures melihat, tren penurunan terjadi setelah harga minyak sempat melonjak sampai level US$ 98,38 per barel di akhir Januari. Pasar melihat bahwa kondisi ekonomi global saat ini tidak sesuai dengan level harga minyak yang setinggi itu.

Masih tertekan

Belum lagi negosiasi masalah pemotongan anggaran di Amerika Serikat (AS) antara Obama dengan Kongres belum selesai. Juga risiko gejolak politik di negara Uni Eropa yang belum sepenuhnya reda juga memicu kekhawatiran pemulihan ekonomi wilayah itu  makin terhambat.    

Menurut Nizar, jika pemotongan anggaran tidak berhasil dihindari, maka harga minyak berpotensi terkoreksi hingga menembus US$ 90 per barel. Namun jika masalah pemotongan anggaran di AS berhasil dihindari, harga minyak bisa terangkat sampai US$ 92 per barel.    

Juni Sutikno, analis Philip Futures Indonesia menambahkan, belum ada sentimen positif yang mampu mengangkat harga minyak. “Data ekonomi AS yang positif tidak mampu menopang penguatan komoditas,” kata Juni.    

Selama sepekan, Nizar memprediksi, harga minyak masih dalam tekanan di kisaran US$ 90,00–US4 93,00 per barel. Prediksi Juni, harga minyak akan melemah di US$ 89,00 – US4 94,00 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×