Reporter: Agus Triyono, Sunarti Agustina | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Harga minyak dunia kembali tertekan. Sinyal pemulihan ekonomi di China dan Eropa belum mampu mengangkat harga minyak di tengah tekanan pasokan minyak yang melimpah di Libia.
Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI), Senin (23/9) pukul 16.00 WIB di Comex, turun 0,08% menjadi US$ 104,66 per barel dibanding akhir pekan lalu. Ini merupakan harga terendah dalam sebulan terakhir.
HSBC Holdings Plc and Markit Economics merilis data purchasing managers index (PMI) China di September akan berada di level 51,2. Ini lebih tinggi dari PMI China bulan sebelumnya di level 50,1. Survei terpisah menunjukkan, aktivitas manufaktur di Uni Eropa akan kembali tumbuh.
Data-data positif ini masih kalah kuat dari sentimen tingkat produksi minyak di Libia yang meningkat. Produksi minyak di Libia dalam waktu dekat akan meningkat sampai 800.000 barel per hari. Pasokan minyak dari Irak juga diperkirakan akan naik hingga melebihi 3,6 juta barel per hari. Itu menyebabkan persediaan minyak meningkat dan akan menekan minyak.
Daru Wibisono, analis Monex Investindo Futures bilang, komoditas ini juga mendapatkan tekanan dari Suriah. Krisis geopolitik yang mereda belakangan ini, mengurangi kekhawatiran pasar terhadap gangguan produksi dan minyak dari Timur Tengah.
Harga minyak juga tertekan aksi profit taking setelah naik tajam di pertengahan pekan lalu pasca pengumuman stimulus moneter AS. Proyeksi Daru, sepekan ke depan, harga minyak akan turun ke US$ 104-US$ 110 per barel. Prediksi Nizar Hilmy, analis SoeGee Futures, harga minyak akan bergerak di US$ 103-US$ 107 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News