Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga minyak mentah dunia memang kembali naik. Namun, bayang-bayang kelebihan pasokan tetap membuat harga minyak berada dalam tren bearish.
Mengutip Bloomberg, Selasa (1/3) pukul 17.33 WIB, harga minyak WTI kontrak pengiriman April 2016 di New York Merchantile Exchange menguat 1,3% ke level US$ 34,19 per barel dibandingkan sehari sebelumnya.
Rentetan kenaikan terjadi setelah pada Februari lalu, tercatat penguatan bulanan 0,4%. Ini menjadi kenaikan bulanan pertama sejak Oktober 2015. Kesedian Arab Saudi bekerjasama guna meredam fluktuasi harga minyak kembali menjadi kabar baik.
Sebelumnya, OPEC telah mengurangi produksi menjadi 33,06 juta barel per hari. Nigeria, Irak dan Amerika Serikat melakukan hal serupa. Sementara cadangan minyak AS ternyata masih naik menjadi 507,6 juta barel atau terbesar sejak 1930.
Deddy Yusuf Siregar, Analis Asia Tradepoint Futures, mengatakan, pembekuan produksi yang dilakukan Arab Saudi dan Rusia memberikan sentimen positif. Namun, sifatnya sementara. Prospek minyak tahun ini tetap bearish lantaran global tetap kelebihan pasokan hingga 2 juta barel per hari.
"Jika suplainya terus bertambah, sulit harga minyak menguat," papar Deddy, kemarin.
Tindakan Iran yang belum ingin melakukan pemangkasan produksi menjadi sentimen negatif. Apalagi negara Timur Tengah itu terus menggenjot produksi minyaknya hingga 1 juta barel per hari.
Di akhir 2016, Deddy memproyeksikan, harga minyak tidak akan mampu berada di atas US$ 35 per barel. Sentimen negatif Analis PT SoeGee Futures Nizar Hilmy mengatakan, pembatasan produksi Arab Saudi dan Rusia tak menyelesaikan masalah oversupply.
Kelebihan pasokan dapat diselesaikan asal produsen bersedia memangkas output. Belum lagi, produsen shale oil berancang-ancang meningkatkan produksi jika harga minyak berhasil ke level US$ 40 per barel. Ini menimbulkan kekhawatiran baru, mengingat shale oil adalah saingan utama minyak OPEC.
Arab Saudi enggan memangkas produksi lantaran khawatir pangsa pasarnya berkurang akibat ekspor minyak dari AS. "Di tengah bayang-bayang itu, harga minyak sulit kembali ke level US$ 50-US$ 60 per barel tahun ini," imbuh Nizar.
Deddy memprediksikan, hari ini harga minyak akan cenderung sideways di kisaran US$ 33,4-US$ 35 per barel dan US$ 30-US$ 35 per barel dalam sepekan ke depan. Prediksi Nizar, harga minyak bergerak di US$ 32,50-US$ 35 per barel pada hari ini dan US$ 31-US$ 35 per barel dalam sepekan ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News