Reporter: Anastasia Lilin Y, Dina Farisah | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Siapa tak suka jika mendapat diskon harga? Umumnya potongan harga menjadi hal yang menyenangkan. Begitu juga yang dirasakan para pelaku pasar di industri reksadana. Tepat di akhir tahun lalu, pemerintah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 100 Tahun 2013.
Beleid baru tersebut merevisi PP No. 16 Tahun 2009 yang mengatur tentang pajak penghasilan (PPh) atas penghasilan berupa bunga obligasi. Poin revisi yang signifikan menyunggingkan senyum para pelaku pasar reksadana adalah keputusan pemerintah memperpanjang PPh 5% atas obligasi di produk reksadana hingga 2020. Setelah 2020, pemerintah akan memungut pajak 10%. Padahal, sebelumnya pemerintah berniat menarik pajak 15% mulai 2014.
Sedikit kilas balik, melalui PP No. 16 Tahun 2009 pasal 3 (d), pemerintah merancang kenaikan bertahap pajak atas obligasi di reksadana. Periode 2009–2011 PPh 0%, 2012–2013 PPh 5%, dan sejak 2014 PPh 15%. Investasi langsung dalam obligasi sendiri dikenai PPh 15%.
Menteri Keuangan Chatib Basri menuturkan, penangguhan pajak obligasi itu sesuai rekomendasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tujuannya, agar pasar obligasi tetap bergairah.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida bilang, industri reksadana yang belum dewasa masih memerlukan dukungan, seperti insentif pajak. Dia khawatir, jika PPh 15% diterapkan tahun ini maka industri reksadana akan kehilangan daya tarik. “Sebab investor harus menanggung biaya tinggi,” kata dia.
Penetrasi pasar 0,07%
Vice President Syailendra Capital Mulia Santoso sependapat soal investor yang lebih merasakan dampak jika PPh dinaikkan. Ambil contoh, imbal hasil (yield) obligasi 10%. Karena potongan PPh 15% maka yield terpangkas 15% juga atau menjadi 8,5% saja.
Sebagai gambaran lain, silakan Anda menyimak tabel simulasi di atas. Tabel tersebut membandingkan potongan PPh terhadap obligasi dan PPh atas obligasi di reksadana. Lantaran persentase yang lebih kecil, potongan PPh, baik terhadap bunga obligasi maupun terhadap capital gain obligasi di produk reksadana, lebih kecil.
Vilia Wati, analis Infovesta Utama, bilang, PPh 15% bisa diterapkan saat industri reksadana sudah matang dari sisi pengetahuan masyarakat. Perlu Anda ketahui, jumlah pemegang rekening reksadana di Tanah Air per Oktober 2012 adalah 161.000 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, menurut catatan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) 2010 sebesar 237,64 juta jiwa, maka penetrasi pasar reksadana baru 0,07%.
Lisa Soemarto, perencana keuangan dari AFC dan penulis buku Meraih Masa Depan dengan Reksadana, berpendapat, diskon PPh bisa menjadi daya tarik bagi masyarakat tapi bukan satu-satunya. Hal terpenting adalah memperdalam edukasi investasi reksadana.
Jika edukasi masyarakat sudah mendalam, guncangan atas penaikan PPh kemungkinan tak besar. “Bagi para manajer investasi (MI), jika PPh 15% diterapkan maka melecut mereka untuk bekerja keras menghasilkan return menarik yang tidak mengandalkan kemudahan atau insentif lain,” kata Lisa.
Agar tak melimpahkan risiko kepada investor saja, ya?
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 16 - XVIII, 2014 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News