Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Batalnya pinjaman dari Citigroup sebesar US$ 140 juta ke unit bisnis sawit milik Grup Salim diakui manajemen PT Indofood Sukses Makmur (INDF) tidak jadi masalah.
Direktur INDF Thomas Widjaja seperti diketahui INDF memiliki banyak fasilitas kredit di mana macam-macam bank ikut berpartisipasi salah satunya Citigroup.
“Citigroup mengirimkan surat ke kita untuk tidak meneruskan fasililtas kredit karena kita sudah tidak menjadi anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO),” jelasnya dalam konferensi pers di Indofood Tower, Rabu (21/8).
Thomas menjelaskan INDF sangat sedikit menggunakan fasilitas kredit dari Citigroup sehingga saat ini INDF tidak memiliki masalah jika fasilitas kreditnya tidak diperpanjang. Jadi Thomas menyatakan INDF tidak perlu memikirkan akan menggantinya dari sumber dana lainnya.
Baca Juga: Genjot penjualan, Indofood Sukses Makmur (INDF) gencar lakukan promosi
Wakil Direktur Utama SIMP Paulus Moleonoto menjelaskan untuk melihat masalah ini harus melihat beberapa waktu belakangan di mana Indonesia produksi CPO di bawah Malayasi dan belum punya Sertifikasi Minyak Sawit Berkelanjutan Malaysia (MSPO) maka yang dianut adalah RSPO itu pun sifatnya volunteer.
“Namun setelah peran Indonesia lebih besar, dengan membandingkan dari produksi dunia 74 jt ton, Indonesia sudah bisa memproduksi 45 juta yakni dua kali lipat lebih banyak dari Malaysia,” jelasnya.
Paulus menjelaskan pada saat itu pemerintah sudah memandang pemerintah perlu mempunyai Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dan hukumnya wajib. Artinya pemerintah sungguh-sungguh ingin industri ini berkelanjutan sehingga Indofood tetap menjalankan operasi perkebunan kelapa sawitnya sesuai dengan standar ISPO.
Baca Juga: INDF konsisten beli saham IndoAgri sampai memenuhi kebutuhan delisting
Asal tahu saja, sebelumnya Citigroup memilih untuk membatalkan pemberian pendanaan untuk konglomerasi bisnis tersebut. Nilai pendanaan yang dicabut cukup besar, yakni US$ 140 juta atau setara sekitar Rp 2 triliun karena Grup Salim dikatakan gagal mengatasi lebih dari 20 pelanggaran standar RSPO dan 10 pelanggaran hukum perburuhan.
Kendati demikian, INDF melalui keterangan resminya membantah bahwa perusahaan mematuhi penggunaan bahan non-paraquat sebagai herbisida sejak Maret 2018 dan selalu mematuhi apa yang diamanatakan ISPO seperti kebijakan kesehatan dan keselamatan.
Adapun adanya peningkatan perlakuan terhadap pekerja lepas dan penetapan upah minimum pekerja tetap sesuai dengan peraturan yang ada.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News