Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) menyiapkan dana belanja modal atau capital expenditure (capex) hingga US$ 500 juta, setara Rp 6,6 triliun. Belanja modal itu akan dipakai untuk ekspansi dari hulu ke hilir.
Nusantara Suyono, Direktur PGAS, bilang, sebagian besar dana capex dipenuhi dari kas yang masih US$ 700 juta. Capex itu juga termasuk dana untuk ekspansi bisnis anak usaha PGAS, PT Saka Energi Indonesia.
Saka Energi tengah mengincar beberapa blok minyak dan gas. Penurunan harga minyak saat ini menyebabkan beberapa perusahaan migas di Indonesia mulai menawarkan aset. "Tetapi sampai kini kami masih mengkaji rencana itu," ujar Wahid Sutopo, Direktur PGAS, akhir pekan lalu.
Dari bisnis hulu, Saka Energi juga akan menawarkan hak partisipasi beberapa lapangan migas, salah satunya Blok South Sesulu. Di bisnis distribusi gas, PGAS menggandeng PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menyalurkan gas bumi ke lokasi pembangkit PLN, termasuk penyaluran gas ke pembangkit listrik Muara Tawar.
Keberadaan pembangkit listrik itu penting, karena salah satu sumber listrik utama sistem di Jawa-Bali. "Untuk Muara Tawar, kami sedang membahas soal harga dan volume," ujar Nusantara.
Mulai tahun 2016-2019, PGAS juga akan menambah jaringan pipa gas bumi sepanjang lebih dari 1.680 km. Sampai saat ini, total panjang pipa yang dibangun dan dioperasikan PGAS mencapai 7.026 kilometer.
Angka itu setara 76% total pipa gas bumi hilir di Indonesia. Proyek pipa tersebar di berbagai daerah, antara lain proyek pipa transmisi open access Duri-Dumai-Medan, pipa transmisi open access Muara Bekasi-Semarang, pipa distribusi Batam (Nagoya) WNTS-Pemping dan pipa distribusi gas bumi di wilayah eksisting dan daerah baru lainnya.
Berbekal pipa gas bumi itu, PGAS menyalurkan gas bumi mencapai 1.591 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Gas bumi itu dipasok ke 107.690 rumah tangga, 1.857 usaha kecil, mal, restoran hingga rumah makan serta 1.529 industri skala besar maupun pembangkit listrik tenaga gas.
Sepanjang tahun 2015, PGAS meraih laba bersih US$ 401,19 juta atau Rp 5,53 triliun. Pendapatan bersihnya US$ 3,07 miliar dan EBITDA US$ 941,08 juta. Laba bersih PGAS menyusut 43,5% ketimbang laba 2014. Sedangkan pendapatan turun 5,68% year on year (yoy).
Di sisi lain, total liabilitas PGAS naik 23% (yoy) menjadi US$ 3,4 miliar. Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat mempertanyakan kenaikan liabilitas yang tinggi itu. Manajemen PGAS menjelaskan, total liabilitas naik karena pinjaman jangka panjang setelah dikurangi bagian jatuh tempo dalam setahun mencapai US$ 1,2 miliar.
Hal ini karena ada penarikan pinjaman sindikasi PGAS US$ 650 juta dan pinjaman sindikasi PT Saka US$ 300 juta. Penarikan pinjaman ini, terutama untuk pengembangan infrastruktur jaringan pipa gas bumi dan pengembangan lapangan migas sektor hulu.
"Saat ini, pinjaman yang jatuh tempo hanya pinjaman jangka pendek, yang bisa kami lunasi dari dana kas," ujar Nusantara.
Adrianus Bias Prasuryo, Analis Samuel Sekuritas, dalam riset 22 Maret 2016 memprediksi, pada kuartal I-2016, PGAS bisa memperbaiki kinerjanya. Dia merekomendasikan buy PGAS dengan target Rp 3.400 per saham. Pada Jumat (8/4), harga PGAS menurun 3,41% menjadi Rp 2.690 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News