Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sektor properti masih memiliki daya tarik. Ini terlihat dari sejumlah perusahaan besar yang berniat menggelar initial public offering (IPO). Sebagian perusahaan yang ingin melakukan aksi ini bergerak di lini bisnis penunjang sektor properti.
Misalnya, PT Avia Avian. Produsen cat ini dikabarkan mengincar dana segar hingga Rp 3 triliun melalui IPO yang rencananya berlangsung akhir 2017.
Kemudian ada PT Wavin Duta Jaya yang berencana IPO pada semester pertama tahun ini. Produsen pipa PVC itu membidik dana hingga Rp 2,5 triliun. Wavin Duta malah sudah menunjuk sejumlah underwriter untuk membantu IPO tersebut. Salah satu penjamin emisi mereka adalah RHB Securities.
Tak mau ketinggalan, PT Maspion juga berencana menyelenggarakan IPO, dengan target dana lebih dari Rp 2 triliun. Selain peralatan rumahtangga, Maspion juga memproduksi pipa PVC serta berbisnis properti.
Momentum IPO
William Surya Wijaya, Analis Asjaya Indosurya Securities, menilai, banyak faktor yang menjadi pertimbangan sejumlah perusahaan untuk melaksanakan IPO tahun ini. "Salah satunya adalah momentum," ujar dia kepada KONTAN belum lama ini.
Pemerintah tengah menggenjot sektor infrastruktur. Ini turut mendorong prospek sektor properti. Sentimen itu pula yang membuat sektor properti beserta turunannya menjadi favorit. Belum lagi, permintaan properti yang terus meningkat. Sayang, suplai properti belum mampu mengimbangi kebutuhan itu.
Akibatnya, selisih antara permintaan dengan bangunan fisik terutama rumah yang tersedia atau backlog pun terjadi. "Backlog ini juga yang menunjukkan sektor properti masih menarik," ungkap Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Securities.
Memang, permintaan rumah dibanding ketersediaannya selalu timpang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kebutuhan rumah setiap tahun mencapai 800.000 unit. Namun, saban tahun pula rata-rata hanya 400.000 unit yang bisa dipenuhi. Selisih ini terus terakumulasi hingga tahun berikutnya. Alhasil, diprediksi angka backlog baru mencapai nol pada 2029.
Franky Rivan, Analis KDB Mirae Asset Sekuritas Indonesia, punya setidaknya dua skenario terkait prospek bisnis properti pada tahun ini. Pertama, keseriusan pemerintah mendorong sektor properti yang sudah setengah tertidur selama tiga tahun terakhir. Tentu, upaya tersebut menjadi sentimen positif.
Skenario kedua, terkait sentimen negatif properti: potensi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Franky melihat, ada peluang BI 7-day repo rate naik sebesar 100 basis poin pada 2017. Bukan hanya melemahkan daya beli, kenaikan ini akan menekan permintaan properti karena bunga KPR yang lebih mahal.
"Pada akhirnya, itu akan menekan agresivitas pengembang properti," tulisnya dalam riset.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News