Reporter: Tim KONTAN | Editor: Indah Sulistyorini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis telekomunikasi merupakan bisnis yang menjanjikan. Selain lantaran telekomunikasi sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok, ruang pertumbuhan industri ini di Indonesia juga masih sangat besar. Tengok saja kinerja PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel. Sepanjang periode Januari - September 2022, Mitratel berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 1,22 triliun atau meningkat 18,1% jika dibandingkan periode yang sama tahun 2021.
Pertumbuhan pendapatan menjadi penopang utama kinerja yang menjulang ini. Pada sembilan bulan pertama 2022, emiten berkode MTEL ini berhasil mencatatkan kenaikan pendapatan 11,5% menjadi Rp 5,6 triliun. Selain pendapatan dari pelanggan lama seperti Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchinson, dan XL Axiata, pertumbuhan ini juga merupakan buah dari agresivitas ekspansi bisnis Mitratel. Sepanjang Januari-September 2022, Mitratel telah menambah 6.845 tower baru dan berhasil menjaring 7.796 penyewa (tenant) baru. Tak hanya itu, perusahaan ini juga menggelar tambahan 5.872 km fiber optik.
Yang menarik, berkat pengelolaan biaya yang semakin baik, Mitratel juga berhasil mencatatkan kenaikan margin bisnis. Pada akhir kuartal III 2022, margin laba bersih Mitratel mencapai 21,9%, lebih tinggi dari margin setahun sebelumnya yang sebesar 20,7%. Adapun margin laba sebelum pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) juga membaik menjadi 78,5%, dari setahun lalu 75,7%. Per akhir September 2022, Mitratel mencatatkan EBITDA Rp 4,4 triliun atau melompat sebesar 15,7%.
Kinerja yang kokoh ini diharapkan masih akan berlanjut hingga akhir tahun. Dalam paparan resminya, manajemen MTEL meyakini bahwa pendapatan akan mampu tumbuh 12% hingga akhir 2022. Sementara, EBITDA akan mendaki hingga 15%.
Potensi pertumbuhan
Prospek kinerja bisnis yang cerah ini sejalan dengan keyakinan para analis. Seperti dikutip www.kontan.co.id, dalam risetnya 12 September 2022 lalu, analis JP Morgan Ranjan Sharma menyatakan, Mitratel memiliki posisi baik untuk mencapai pertumbuhan organik maupun non-organik.
Akuisisi sekitar 6.000 menara milik PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) pada kuartal III 2022 lalu menjadi salah satu tonggak penting bagi pertumbuhan bisnis Mitratel. Pasca akuisisi ini, kini, MTEL memiliki dan mengoperasikan 35.051 menara di Indonesia. Jumlah tersebut menahbiskan MTEL sebagai penyedia menara telekomunikasi terbesar di Asia Tenggara. Angka ini jauh lebih banyak dibanding dua pesaing lainnya, yaitu PT Tower Bersama Infrastructure, Tbk (TBIG) dan PT Sarana Menara Nusantara, Tbk (TOWR). TBIG memiliki 21.553 menara (per kuatal III 2022) dan TOWR memiliki menara sebanyak 29.263 (per kuartal II 2022).
Setelah akuisisi menara Telkomsel, Ranjan meyakini Mitratel akan semakin agresif menggenjot bisnis penyewaan menara. Terlebih, saat ini, sebanyak 20.385 atau 58% menara Mitratel berada di luar Pulau Jawa. Puluhan ribu menara ini siap menyambut ekspansi para operator telekomunikasi yang memang cenderung agresif ke luar Jawa. Termasuk di dalamnya, percepatan implementasi 5G. Apalagi, menara-menara itu masih memiliki ruang kosong melimpah lantaran tingkat rata-rata ketersewaannya (tenancy ratio) baru 1,44x.
“Kehadiran Mitratel di luar Jawa itu menjadi keunggulan karena memberikan pilihan yang lebih menguntungkan bagi operator telekomunikasi untuk memperluas jaringannya,” ujar Steven Gunawan, Analis Henan Putihrai Sekuritas, seperti dikutip Kontan awal November lalu. Ketimbang membangun menara sendiri, untuk mempercepat ekspansi, operator seluler memang cenderung memilih strategi kolokasi atau menyewa ruang pada menara yang telah tersedia.
Harap dicatat, selama ini, penyewa-penyewa menara Mitratel merupakan pemain-pemain utama di industri seluler tanah air. Selama Januari - September 2022, sewa dari Telkomsel menyumbang pendapatan hingga 55%. Sementara, 20% pendapatan berasal dari PT Indosat Ooredoo, Tbk, dan 10% dari PT XL Axiata, Tbk. Khusus soal Indosat, perusahaan ini telah merampungkan perkawinannya dengan PT Hutchison 3 Indonesia pada awal 2022. Setelah merger, bisa dipastikan, ekspansi Indosat Ooredoo Hutchison akan makin agresif dan ini merupakan peluang bagi pemilik menara seperti Mitratel.
Selain keunggulan kompetitif berupa lokasi menara yang strategis, selama ini, Mitratel juga mampu menyediakan layanan terpadu bagi mitranya berupa tower, konektivitas berkecepatan tinggi, edge computing, dan power to towers. Mitratel juga dibekali oleh ekosistem telekomunikasi yang diwariskan Telkom. Pertumbuhan data nirkabel, peningkatan investasi jaringan, hubungan baik dengan mitra operator jaringan, serta modal keuangan yang kokoh akan mendukung pertumbuhan Mitratel.
Neraca yang kokoh
Khusus membedah soal kekuatan finansial, Mitratel memang memiliki neraca (balance sheet) yang lebih kokoh dan sekaligus lebih aman dibandingkan pemain lain. Per akhir September 2022 lalu, posisi rasio utang terhadap modal atau debt to equity ratio (DER) Mitratel hanya 0,4 kali. Angka ini jauh di bawah DER industri yang mencapai 1,8 kali.
DER yang rendah memiliki dua arti. Pertama, beban bunga utang Mitratel relatif ringan. Dalam tren suku bunga yang cenderung meningkat seperti saat ini, jelas, hal ini menguntungkan. Yang kedua, jika membutuhkan pembiayaan untuk ekspansi, Mitratel masih memiliki ruang yang lebar untuk mencari pinjaman kepada perbankan maupun lewat penerbitan surat utang. Dengan kata lain, Mitratel bisa bergerak lincah.
Dalam risetnya 20 Oktober 2022, Analis Maybank Sekuritas Etta Rusdiana Putra menulis, gearing (tingkat utang) yang rendah itu dapat dimanfaatkan untuk ekspansi non-organik lebih lanjut di tengah tren konsolidasi industri saat ini.
Selain soal rendahnya rasio utang terhadap modal, Mitratel juga sama sekali tak memiliki utang dalam mata uang asing. Di tengah tren pelemahan mata uang rupiah terhadap berbagai mata uang asing saat ini, tentu, kondisi ini sangat melegakan. Sebab, Mitratel tak perlu khawatir membukukan rugi kurs akibat lonjakan nilai utang dalam mata uang asing atau kenaikan beban bunga utang dalam mata uang asing. Sebagai pembanding, para pemain di industri menara rata-rata memiliki porsi utang mata uang asing hingga 27%.
Di masa mendatang, analis Mirae Asset Nafan Aji menilai, kinerja MTEL masih akan terus tumbuh seiring dengan peningkatan kebutuhan konektivitas dan jaringan internet. Apalagi, di tengah ancaman resesi global, ekonomi Indonesia tetap mampu menunjukkan kinerja yang impresif.
“Dengan ekonomi yang solid, internet akan menjadi kebutuhan dalam konektivitas, dalam hal ini 5G. Ini bisa jadi katalis pertumbuhan yang sustainable di masa yang akan datang,” ujar Nafan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News