Reporter: Dimas Andi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persepsi risiko investasi Indonesia kembali meningkat seiring sejumlah sentimen dari dalam dan luar negeri yang terus bergulir belakangan ini. Hal itu dibuktikan oleh posisi Credit Default Swap (CDS) Indonesia yang mulai mengalami tren kenaikan.
CDS Indonesia tenor 5 tahun menanjak 11,92% secara month to date (mtd) menjadi 124,05 pada Kamis (16/8) lalu. CDS Indonesia tenor 10 tahun juga telah melonjak 11,62% (mtd) menjadi 212,72 hingga Rabu (15/8).
Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra mengatakan, persepsi risiko investasi Indonesia sebenarnya mulai mengalami kenaikan sejak awal bulan Agustus. Tepatnya saat data defisit transaksi berjalan Indonesia dirilis dan mengalami pelebaran menjadi 3% pada kuartal II-2018.
Tekanan terhadap Indonesia kian kuat setelah Turki dihantam krisis keuangan. Sentimen tersebut mengagetkan pasar keuangan secara global pada awal pekan lalu. Risiko investasi Indonesia pun semakin meningkat.
Sebagai info, Senin (13/8) pekan lalu, CDS Indonesia tenor Indonesia menyentuh level 127,60 alias tertinggi sejak 9 Juli. Kenaikan tersebut terjadi bersamaan saat kurs rupiah di pasar spot mencapai rekor terburuknya di level Rp 14.608 per dollar AS.
“Negara-negara emerging market kompak mengalami kenaikan risiko investasi seiring memburuknya krisis di Turki,” kata Made, Kamis (16/8).
Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia, Anil Kumar menambahkan, defisit neraca perdagangan Indonesia bulan Juli yang lebih tinggi dari konsensus turut memperparah posisi CDS Indonesia.
Selain itu masih ada sejumlah sentimen yang juga mempengaruhi kenaikan CDS Indonesia sepanjang bulan Agustus walau dampaknya tidak sebesar krisis keuangan Turki dan hasil negatif data ekonomi Indonesia. Di antaranya efek perang dagang AS-China, pemberian sanksi ekonomi Iran oleh AS, hingga agenda penetapan calon presiden dan wakil presiden Indonesia.
Pelan tapi pasti, efek dari peningkatan persepsi risiko investasi Indonesia sebagai konsekuensi atas kriris keuangan Turki mulai terlihat. Menurut data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko pada Rabu (15/8) lalu, investor asing melakukan aksi jual Surat Berharga Negara sebesar Rp 4,26 triliun. Padahal, sejak 9 Agustus hingga 14 Agustus investor asing masih mencatatkan net buy sebesar Rp 3,12 kendati volatilitas rupiah meningkat.
Made berpendapat, persepsi risiko investasi Indonesia yang meningkat juga bisa mempengaruhi investasi di sektor riil. Hal ini terlihat dari realisasi investasi di Indonesia yang mengalami perlambatan, terutama pada penanaman modal asing.
Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi dalam bentuk penanaman modal asing turun 12,9% (yoy) dari Rp 109,9 triliun di kuartal II-2017 menjadi Rp 95,7 triliun di kuartal II-2018.
Di sisi lain, Anil menganggap, kenaikan persepsi risiko investasi Indonesia yang ditunjukkan oleh lonjakan nilai CDS tidak serta merta membawa dampak buruk pada investasi di sektor riil. “Faktor kebijakan dari pemerintah pusat dan daerah lebih mempengaruhi sektor riil,” kata dia.
Lagi pula, peningkatan CDS Indonesia tak harus selalu dipandang negatif. Menurut Anil, jika peningkatan tersebut berlangsung dengan stabil, justru bisa menarik perhatian investor asing. Sebab, yield Surat Utang Negara juga bisa terkerek naik mengikuti pergerakan CDS Indonesia. Alhasil, tingginya tingkat yield SUN dapat membuat dana investor asing masuk ke pasar obligasi Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News