Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) rontok. Ekspektasi meningkatnya permintaan minyak kedelai (soybean oil) memicu pelemahan harga minyak nabati ini. Maklum, minyak kedelai merupakan substitusi minyak sawit.
Mengacu data Bloomberg, pada perdagangan kemarin (10/1), harga CPO untuk kontrak pengiriman Maret 2014 di Bursa Derivatif Malaysia turun 0,79% menjadi RM 2.519 atau setara US$ 769,7 per metrik ton (MT). Pada perdagangan pagi, harga CPO sempat naik ke RM 2.551 per MT.
Dalam sepekan pun, harga minyak sawit menunjukkan tren melemah. Jika dibandingkan akhir pekan lalu (3/1), harga minyak sawit sudah terpangkas 4,58%.
Departemen Pertanian Amerika memprediksi, jumlah cadangan kedelai global bisa mencapai 71,46 juta ton, lebih besar dari bulan Desember seberat 70,62 juta ton. Artinya, suplai minyak kedelai berpotensi meningkat dan harganya cenderung turun.
Analis Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir bilang, harga CPO memang melemah dipicu kekhawatiran bergesernya permintaan dari CPO ke minyak kedelai. Dengan melimpahnya suplai kedelai dan harganya lebih rendah dibanding minyak sawit, memicu pelaku pasar lebih condong beralih ke produk minyak kedelai.
Selain itu, Zulfirman melihat, pelaku pasar cenderung waspada menjelang pengumuman data tenaga kerja (payroll) AS. Data itu bisa memberikan petunjuk arah kebijakan Bank Sentral AS (The Fed) berikutnya. Pasar menduga, bank sentral akan lebih agresif, dengan membeli obligasi lanjutan sehingga likuiditas di pasar berkurang. "Dengan berkurangnya likuiditas, pasar khawatir bisa memukul harga produk komoditas, termasuk CPO," papar Zulfirman.
Analis Millenium Penata Futures, Suluh Adil Wicaksono menambahkan, harga CPO terkoreksi, karena terseret data ekspor yang kurang mendukung sentimen pasar. Malaysia merilis ekspor CPO pada periode 1-10 Januari 2014 turun sebesar 21% dibanding periode sebelumnya, menjadi 23.708 ton. "Data ekspor kurang menggembirakan. Dengan volume ekspor yang turun, berarti permintaan juga tidak naik, sehingga memicu harga melemah," ujar Suluh.
Tersokong China
Suluh memprediksi, pekan depan, harga minyak sawit bakal bergerak di kisaran sempit. Pergerakannya akan dipengaruhi data ekspor yang akan dirilis berikutnya.
Selain itu, harga CPO mungkin mendapatkan dorongan menjelang Tahun Baru Imlek. "Momentum Imlek mungkin bisa mengerek harga, karena biasanya menjelang Imlek ada kenaikan permintaan dari China, yang merupakan konsumen terbesar minyak sawit," ungkap Suluh.
Sementara, Zulfirman memproyeksikan, pekan depan, harga CPO masih akan tertekan. Pemicunya, isu berlanjutnya tapering yang dilakukan Bank Sentral AS. Apalagi, masih kuatnya kekhawatiran lebih murahnya harga produk saingan minyak sawit, seperti minyak kedelai.
"Tapi, jika harga CPO turun cukup dalam, maka pelemahannya akan berkurang, karena akan ada aksi bargain hunting," katanya.
Secara teknikal, Zulfirman menjelaskan, indikator moving average convergence divergence (MACD) bergerak turun, dan berada di area negatif 11. Lalu, indikator relative strength index (RSI) berada di level 35, yang menunjukkan penurunan.
Sedangkan, stochastic berada di level 9, artinya sudah memasuki area oversold, sehingga berpotensi menimbulkan aksi bargain hunting.
Selain itu, harga saat ini masih terperangkap di moving average (MA) 50 dan MA 200,. Ini menunjukkan pergerakan sideways, sehingga ada kecenderungan harga akan bergerak turun.
Maka, Zulfirman memprediksi, sepekan ke depan, harga CPO bakal bergulir di kisaran RM 2.425 - RM 2.600 per MT. Sementara, prediksi Suluh, harga minyak sawit bakal bergerak antara RM 2.500 - RM 2.600 per MT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News