Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga timah meleleh. Ancaman penurunan permintaan mengintai pasar logam industri. Apalagi kurs dollar AS yang semakin mahal berimbas negatif pada harga komoditas.
Mengutip Bloomberg, Selasa (27/10) pukul 13.10 WIB harga timah kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange tumbang 1,93% ke level US$ 15.200 per metrik ton (MT). Ini harga terendah selama empat pekan.
Koreksi harga timah juga sudah berlangsung empat hari berturut-turut dengan penurunan mencapai 4,55% . Analis Central Capital Futures Wahyu Tri Wibowo menjelaskan, belum ada sinyal perbaikan permintaan timah di pasar global.
Bahkan, permintaan timah dari Amerika Serikat, Tiongkok dan Eropa terancam turun. Kekhawatiran tersebut muncul setelah AS mengumumkan data penjualan rumah baru per September di posisi terendah dalam 10 bulan terakhir. Ini mengindikasikan permintaan timah untuk bahan bangunan masih lesu.
Belum lagi perekonomian China dan Eropa seret. Buktinya, mereka menggeber stimulus demi mendongkrak perekonomian. "Padahal keduanya merupakan pengguna utama logam industri seperti timah," ujar Wahyu.
Harga logam industri juga jatuh, karena spekulasi pasar yang mendongkrak dollar AS. Menurut Wahyu, para pelaku pasar gencar melakukan buy atau hold dollar AS sebagai antisipasi hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada pekan ini.
Saat mata uang Paman Sam lebih mahal, pelaku pasar biasanya menghindari beli komoditas yang diperdagangkan menggunakan dollar. Meski demikian, ia memperkirakan, efek dollar AS hanya sementara menekan harga komoditas.
Sebab, kemungkinan terbesar The Fed akan menunda kenaikan suku bunga pada Oktober ini. "Bahkan, jika ditunda, harga timah bisa rebound," ujar Wahyu.
Dari sisi pasokan, memang ada ancaman lonjakan suplai. Perusahaan Afrika Selatan, Industrial Development Corp berencana mengembangkan bisnis tambang di Kongo.
Caranya, dengan membeli saham Alphamin Resources Corp, produsen timah terbesar di Provinsi Kivu, Kongo Utara. Tapi Wahyu menilai, rencana tersebut tidak otomatis menyebabkan suplai berlebih di pasar. Soalnya, pemerintah Indonesia juga memperketat ekspor timah.
Mengutip laporan Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) transaksi timah periode 1-20 Oktober hanya sekitar 370 metrik ton atau setara 887 lot. Angka itu lebih rendah ketimbang bulan sebelumnya yaitu mencapai 1.219 lot.
Didi Sumedi, Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Kementerian Perdagangan, memprediksikan, ekspor timah hingga akhir tahun ini sekitar 70.000 ton. Alhasil, Wahyu memprediksikan, harga timah bisa terjaga pada akhir tahun ini.
"Memang sulit melonjak, tapi setidaknya bisa balik ke kisaran US$ 17.000 per MT," katanya. Namun, di jangka pendek, harga masih rentan koreksi karena penguatan dollar. Perkiraan Wahyu, sepekan, timah bergerak antara US$ 14.000 sampai US$ 17.000 per MT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News