Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) akan meminta insentif kepada pemerintah terkait dampak dari penyebaran virus korona yang mengakibatkan penurunan permintaan gas.
Direktur Utama PGAS Gigih Santoso mengungkapkan, dampak penyebaran virus korona yang besar bagi PGAS yang mengakibatkan penurunan demand gas karena industri tidak beroperasi. Sementara itu harga minyak juga menurun drastis mencapai level di bawah US$ 15 per barel. Apalagi saat ini kurs USD juga meningkat sangat signifikan.
Baca Juga: Bisnis terpapar corona, BUMN energi ramai-ramai minta insentif ke pemerintah
Maka dari itu, Gigih mengatakan, pihaknya sedang mengkaji usulan insentif ke pemerintah agar perusahaan masih bisa bertahan. PGAS telah mengusulkan adanya insentif untuk badan usaha yang bergerak di sektor hilir gas bumi, namun hal tersebut masih dalam pembahasan mendalam.
"Kami masih mau klarifikasi mengenai bentuk dan mekanisme Insentif tersebut. Perhitungan total kebutuhan insentif masih dalam perhitungan teman-teman PGN," ungkap dia ke KONTAN, Senin (20/4).
Kata Gigih, meskipun pemerintah sudah menurunkan harga beli gas di hulu menjadi US$ 4 per mmbtu - 4.5 per mmbtu, tetapi itu belum cukup bagi PGN. "Insentif penurunan harga gas di hulu belum menutup semua potensi penurunan margin PGN karena penurunan harga gas bumi untuk industri menjadi US$ 6 per mmbtu," kata dia.
Gigih bahkan akan menunda ekspansi usaha. "Kami akan penjadwalan kembali rencana-rencana investasi untuk mengurangi capex," ungkap dia. Adapun capex dari PGAS tahun ini rencananya mencapai US$ 500-700 juta. Adapun untuk opex juga akan diturunkan mencapai 25%-30%.
Baca Juga: Sejumlah emiten ini punya utang triliunan untuk jangka pendek, ini kata analis
Seperti diketahui, PGAS sedang pusing lantaran harga gas ke industri mesti diturunkan menjadi US$ 6 per mmbtu. Hal ini membuat PGAS harus melakukan efisiensi mendalam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News