Reporter: Sanny Cicilia S, Albertus M Prestianta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatat kinerja kinclong sepanjang periode Januari-September 2011. Beberapa analis menilai, pencapaian BCA di kuartal III di atas ekspektasi.
Laba bank yang memiliki kode saham BBCA itu tumbuh 25,3% year-on-year menjadi Rp 7,7 triliun. Penyebab pertumbuhan laba seperti biaya provisi yang rendah, pertumbuhan kredit sebesar 27% per tahun serta biaya pendanaan yang rendah.
Melihat hasil hingga akhir kuartal III, Joseph Pangaribuan, analis Samuel Sekuritas memperkirakan, BBCA mampu menjaga kinerja yang positif hingga akhir tahun. Keran penyaluran kredit BCA bisa diperbesar melalui kredit pemilikan rumah (KPR).
Saat ini, bank tersebut sudah menerima permohonan KPR senilai Rp 9,6 triliun, namun yang baru disetujui Rp 2,8 triliun. "BBCA masih punya ruang menambah jumlah yang disetujui," jelas Joseph. Kredit konsumer lain yang juga menjadi andalan BCA adalah kredit kepemilikan kendaraan bermotor.
Efisiensi tetap menjadi kekuatan BCA dalam mencetak untung. Per akhir kuartal III, porsi biaya murah BCA mencapai 77,7% dari total dana pihak ketiga.
Kendati hanya menawarkan bunga simpanan yang rendah, Joseph menilai, BCA tidak akan kehilangan nasabah. "BCA memiliki keunggulan fasilitas transaksi dan jaringan kuat," imbuh dia.
Christopher Kelvin, analis Danareksa Sekuritas menghitung, cost to income ratio (CIR) BCA hingga 2012 akan stabil di kisaran 45,9%.
Misi yang perlu dituntaskan BCA saat ini adalah memperbesar rasio penggunaan dana simpanan untuk kredit (LDR), sekaligus menjaga rasio kredit bermasalahnya. "LDR yang lebih tinggi itu baik karena dana dialokasikan pada aset dengan imbal hasil lebih tinggi," kata AG Pahlevi, analis Andalan Artha Advisindo, dalam laporan risetnya.
Saham mahal
Di samping kinerja bank yang di atas rata-rata ekspektasi, sejumlah analis menilai, harga saham BBCA sudah premium. "Kami mempertahankan rekomendasi hold berdasarkan valuasi saham BBCA yang tinggi," kata Christopher. Dia menetapkan target harga Rp 7.750 per saham, yang mencerminkan price to book value (PBV) di akhir 2012 sebesar 3,9 kali.
Joseph menghitung, PBV BBCA mencapai 4,3 kali. Dalam hitungan dia, PBV ini premium 60% di atas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sedangkan kompetitor BCA, seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), masih 3% dan 6% di bawah IHSG.
Joseph memberi rekomendasi hold dan target harga Rp 8.300 per saham, sesuai proyeksi kinerja 2012.
Pahlevi berpendapat lain. Menurut dia, ruang BBCA terus tumbuh masih besar. Porsi dana murah akan mempertahankan daya saing kredit. BCA juga fokus menyasar penjualan motor.
Pendorong lainnya, BCA telah mengakuisisi sekuritas Dinamika Usaha Jaya. Baik pendapatan anak usaha maupun saham BBCA di pasar bisa menanjak lewat sinergi kedua perusahaan ini. Pahlevi memberi rekomendasi beli saham BBCA dengan target harga Rp 9.300 per saham.
Harga BBCA, Rabu (26/10), tidak bergerak dari Rp 8.000 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News