Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sepanjang tahun berjalan 2016, kinerja pasar surat utang syariah alias sukuk domestik membumbung. Mengacu Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) per Selasa (19/7), performa sukuk dalam negeri yang tercermin pada indeks ISIXC Total Return telah melonjak 11,87% (ytd) ke level 190,31.
Kendati begitu, angka tersebut masih belum mampu mengungguli pergerakan surat utang konvensional atau Indonesia Composite Bond Index (ICBI), yang naik 15,04% menjadi 210,83 di periode sama.
Desmon Silitonga, Analis PT Capital Asset Management, menambahkan, kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty yang mulai berlaku sejak awal Juli 2016 turut mengangkat performa sukuk. Peraturan yang telah lama dinantikan ini berpotensi menjaring dana dari eksternal hingga ratusan triliun rupiah.
Selain itu, lembaga keuangan nonbank (IKNB) juga gencar berburu Surat Berharga Negara (SBN) guna memenuhi ketentuan POJK No 1/POJK.05/ 2016. "Kupon sukuk yang lebih besar dibanding obligasi biasa menjadi daya tarik bagi investor," imbuhnya.
Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo mengungkapkan, kinerja pasar sukuk Indonesia memang sejalan dengan pasar obligasi dalam negeri secara keseluruhan. Katalis positif utama masih bersumber dari pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) alias BI rate sebanyak empat kali di semester I dengan total nilai 100 bps menjadi 6,5%.
Selain itu, inflasi cukup terkendali dan nilai tukar rupiah menguat dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu. "Bank Sentral AS (The Fed) juga mempertahankan suku bunga," ujar Beben.
Terkait performa sukuk yang kalah dibandingkan obligasi konvensional, menurut Desmon wajar, mengingat kapitalisasi pasar sukuk jauh lebih rendah.
Mengutip situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 15 Juli 2016, outstanding sukuk negara domestik yang dapat diperdagangkan mencapai Rp 216,95 triliun. Angka tersebut lebih kecil dibandingkan outstanding Surat Utang Negara (SUN) Rp 1.422,45 triliun.
"Dari sisi nilai transaksi harian, obligasi konvensional juga jauh lebih besar dibandingkan sukuk," kata Desmon.
Tren bullish
Beben yakin, pasar sukuk masih berpeluang menanjak. Katalis bersumber dari gencarnya pembangunan infrastruktur yang mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi 5,2%. "Atau paling tidak menyentuh level 5%," terangnya.
Senada Desmon memproyeksikan, pasar sukuk berpotensi melanjutkan tren bullish hingga pengujung tahun 2016. Wajar, dengan terjaganya inflasi dalam negeri, masih ada ruang bagi BI untuk memangkas suku bunga, setidaknya 25 bps lagi. Namun, kenaikan harga sukuk mulai terbatas. Sebab, investor berpeluang merealisasikan keuntungan alias profit taking.
"Harus hati-hati, takutnya ada tekanan jual," kata Desmon. Rencana kenaikan suku bunga Federal Reserve (The Fed) juga tetap patut dicermati. Meskipun hanya 20% ekonom yang meramal The Fed akan merealisasikan rencananya di bulan September 2016. Desmon menduga, sepanjang tahun 2016, total return pasar sukuk akan bertengger di rentang 10%-12%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News