Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Sofyan Hidayat
JAKARTA. Surat berharga syariah negara ritel atau sukuk ritel (sukri) SR-006 diperkirakan bakal ramai diperdagangkan di pasar sekunder. Investor institusi akan memburu SR-006 sebagai instrumen investasi. Lalu, bagaimana prospek sukri di pasar sekunder?
Investor yang telah membeli SR-006 memang tidak harus menyimpan sukuk ini hingga jatuh tempo. Mereka bisa melakukan jual beli di pasar sekunder, sebulan setelah penerbitan sukuk SR-006.
Mekanisme jual beli ini bisa dilakukan dengan menyampaikan minat beli atau jual ke Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain lewat bursa, transaksi juga bisa dilakukan di luar bursa atau over the counter (OTC).
Seperti perdagangan pada umumnya, jika terjadi kesesuaian harga antara pembeli dan penjual, transaksi dengan dua cara tersebut bisa diselesaikan. Selanjutnya, perusahaan efek yang ditunjuk akan menyelesaikan proses transaksi jual beli sukuk itu.
Global Markets Financial Analyst Manager PT Bank Internasional Indonesia Tbk, Anup Kumar memprediksi, di pasar sekunder, SR-006 akan ramai diperdagangkan. Ia berasumsi, akan ada banyak investor institusi yang mencari sukuk ritel seri SR-006 sebagai instrumen investasi di pasar sekunder.
Investor institusi itu bisa dari aset manajemen, asuransi dan perbankan. "Mereka menjadikan SR-006 sebagai aset dasar produk mereka," ujar Kumar, Senin (3/3).
Kumar menambahkan, trading SR-006 di pasar sekunder bakal terus ramai asalkan yield berada 10 basis poin hingga 30 basis poin di atas yield ORI10. Kemarin, yield ORI10 berada di level 7,8%.
Jadi, jika SR-006 sudah bisa diperdagangkan sekarang, maka yield yang menarik berkisar antara 9,75% sampai 11,75%. SR-006 sendiri baru bisa diperdagangkan di pasar sekunder satu bulan setelah masa penjatahan yang berarti akan jatuh pada 5 April 2014.
Bisa jadi, pada hari pertama perdagangan di pasar sekunder, banyak investor yang sudah menjual SR-006. "Sebab mereka ingin mendapat capital gain akibat banyaknya permintaan," ujar Kumar.
Kumar mengungkapkan, sejak pertama kali kupon SR-006 diumumkan sebesar 8,75%, banyak investor yang tertarik mengingat nilai imbal hasil tersebut relatif lebih besar dibandingkan dengan bunga deposito.
Sebaliknya, Kepala Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih punya pendapat berbeda. Ia justru memprediksikan, perdagangan sukuk ritel SR006 di pasar sekunder bakal sepi. "Investor sukuk ritel maupun obligasi ritel cenderung akan hold to maturity (tidak menjual hingga jatuh tempo)," ujar Lana.
Menurutnya, ada dua faktor yang mendasari hal tersebut. Pertama, investor SR-006 merupakan kalangan ritel yang cenderung tidak akrab dengan perdagangan surat utang di pasar sekunder.
Kedua, investor akan tetap lebih tertarik pada tingkat kupon ketimbang capital gain yang bakal mereka dapat jika menjual SR-006. "Namun memang benar akan ada banyak institusi yang mencari SR-006 di pasar sekunder," ujar Lana.
Namun, jika investor institusi itu berhasil mendapat SR-006, mereka juga akan hold to maturity. Ia mencontohkan, ada perbankan yang berhasil mendapatkan SR-006 di pasar sekunder.
Bank tersebut tidak akan menjual kembali sukuk ritel itu karena mendapat spread beberapa basis poin dibandingkan kewajiban mereka membayar bunga deposito nasabah. "Kecuali kalau dari asuransi atau fund manager. Jika ada yang menawar SR-006 milik mereka dan dapat capital gain, bisa saja mereka jual kembali karena butuh untung cepat," ungkap Lana.
Kemarin, pemerintah secara resmi mengumumkan penerbitan sukuk ritel SR-006 senilai Rp 19,32 triliun. Jumlah ini setara dengan 99,8% dari total penawaran yang masuk sebesar Rp 19,35 triliun.
Pemerintah menyerap sukuk ritel sebesar itu karena sudah mempertimbangkan target pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan strategi pengelolaan utang 2014. Lagi pula, pemerintah masih memiliki kesempatan untuk menerbitkan sukuk jenis lain. Nilai penerbitan sukuk ritel seri SR-006 sendiri lebih besar dari sukuk ritel seri SR-005 yang terbit tahun lalu sebesar Rp 14,97 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News