Reporter: Roy Franedya , Anna Suci Perwitasari, Ade Jun Firdaus | Editor: Test Test
JAKARTA. Perang tarif (fee) jasa penjamin emisi alias underwriting antarperusahaan efek semakin sengit di tahun ini. Imbasnya, sejumlah perusahaan efek mulai mengeluhkan aksi banting harga yang dilakukan para pesaingnya. Mereka berharap Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) turun tangan, dengan menetapkan batas atas dan batas wabah tarif jasa penjaminan emisi tersebut.
Keluhan para anggota bursa (AB) itu terlontar dalam Diskusi Terbatas antara Penjamin Emisi dengan otoritas pasar modal pada dua hari lalu (23/3). Sekitar 50 AB hadir dalam pertemuan tersebut. "Kalau dulu mereka bisa mendapat fee 3%, sekarang di bawah 1%," ujar Friderica Widyasari Dewi, Direktur Pengembangan Usaha Bursa Efek Indonesia (BEI).
Jenis tarif yang menjadi pangkal persoalan adalah biaya kerja perusahaan efek dalam seluruh proses emisi dan tarif penjaminan. Bila biaya kerja sama dengan biaya provisi bank yang biasa dipatok 0,5% - 1%, underwriting fee saat ini berkisar 0% - 3% dari nilai emisi. Penjamin emisi baru bisa mendapatkan selling fee hingga 3% dari nilai emisi jika sukses menjual seluruh emisi yang dikeluarkan.
Marciano Herman, Presiden Direktur Danareksa Sekuritas, mengatakan beberapa penjamin emisi mulai memasang fee rendah. Alhasil, klien hanya mau membayar biaya kerja saja. "Biaya kerja dianggap sudah termasuk underwriting dan selling fee. Ini bisa berujung pada persaingan usaha yang tidak sehat," ujarnya kepada KONTAN, kemarin (24/3).
Steffen Fang, Vice President Investment Banking Danatama Makmur, menimpali persaingan tarif jasa penjamin emisi yang terlalu rendah berpotensi menurunkan kualitas dan kredibilitas kerja penjamin emisi. "Underwriter tidak optimal dalam hal riset maupun keterbukaan perusahaan yang hendak menerbitkan saham atau obligasi," jelasnya.
Risiko tak sebanding
Menurut Andi Sidharta, Direktur Investment Banking PT Bahana Securities, hal tersebut membuat biaya jasa penjaminan tidak sebanding dengan tingginya risiko dalam menjalankan bisnis penjaminan emisi. "Misalnya emisi efeknya bernilai triliunan rupiah, masa kami harus menjamin dengan biaya hanya lima hingga 10 basis poin dari nilai itu," ujarnya.
Marciano bilang, persaingan tarif yang tidak sehat ini bisa memaksa penjamin emisi berbuat curang. Misalnya, penjamin emisi membeli sendiri obligasi atau saham yang dijaminnya untuk mempertebal isi koceknya.
Marciano dan Steffen sangat mendukung wacana pembentukan standardisasi fee underwriting yang diusulkan oleh beberapa AB. Namun, Andi menilai perang tarif ini bisa diakhiri dengan kesadaran dari para pelaku usaha demi kepentingan industri pasar modal.
Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil Bapepam-LK Anis Baridwan mengaku, pihaknya akan menampung usulan tersebut. Ia juga meminta anggota bursa membuat usulan tertulis ke Bapepam-LK untuk menunjukkan keseriusannya. "Kami akan lihat, apakah memang perlu diatur dan aturannya akan berbentuk seperti apa," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News