Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Otot rupiah masih melemah terhadap dollar Amerika Serikat. Kondisi ini tentu membikin cemas para pelaku bisnis, termasuk emiten sektor ritel, yang masih mengandalkan barang impor sebagai produk andalannya. Jumat (27/3), rupiah bertengger di posisi Rp 13.064 per dollar AS. Sejak awal tahun ini hingga akhir pekan lalu atau year to date (ytd), rupiah sudah melemah lebih dari 5,4% terhadap dollar AS.
Analis Mandiri Sekuritas, Matthew Wibowo menilai, depresiasi rupiah menjadi salah satu sentimen negatif bagi para peritel, seperti PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES). Di antara keempat emiten saham peritel tersebut, kinerja MAPI dan ACES cenderung rentan terhadap pelemahan rupiah. Sebab, MAPI dan ACES masih banyak mengimpor barang dagangannya.
"Keduanya rata-rata memiliki produk impor di atas 80%," kata dia kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
Namun dalam kalkulasi Analis Buana Capital, Marissa Wijayanto, MAPI dan ACES memiliki eksposur terhadap dollar AS setara dengan 50%. Kedua analis sepakat, koreksi rupiah berpotensi menurunkan margin perusahaan. Untuk menyiasatinya, perseroan bisa menaikkan harga jual. Namun, ini bukan langkah mudah. Jika mengerek harga jual, penjualan berpotensi menyusut. Ini lantaran daya beli masyarakat belum pulih sepenuhnya.
Dengan begitu, para peritel tak akan menaikkan harga jual produk dalam waktu dekat. "Paling tidak nanti di semester kedua baru menaikkan harga," tambah Matthew.
Sementara peritel yang tidak terlalu berpengaruh terhadap laju rupiah adalah peritel yang menggunakan produk lokal sebagai andalan. Marissa dan Matthew sama-sama melihat LPPF dan RALS paling banyak menjajakan produk lokal.
Meski kondisi makro ekonomi membaik dibandingkan tahun lalu, masyarakat masih cemas dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Hal itu dipengaruhi skema penetapan harga BBM yang sejalan harga minyak mentah dan laju rupiah. Maka tak heran jika daya beli masyarakat mungkin baru pulih di semester II 2015 seiring langkah pemerintah yang mulai mengeksekusi berbagai proyeknya.
Analis Samuel Sekuritas Tiesha Narandha Putri mencatat, di bulan lalu para peritel hanya mengalami pertumbuhan penjualan terbilang kecil. Namun dia melihat, tahun ini ada prospek penurunan inflasi dan rendahnya suku bunga dalam negeri. Sehingga hal itu dapat memperkuat sekor ritel di tahun Kambing Kayu ini. Kendati demikian, terhadap sektor ritel Tiesha lebih mengharapkan pertumbuhan top line para emiten dalam beberapa bulan ke depan.
"Profitabilitas tetap menjadi risiko sektor ini dalam waktu dekat, maka kami merekomendasikan bagi investor untuk lebih selektif," tulis dia, dalam risetnya pada 24 Maret 2015. Marissa mengutarakan hal senada. Apalagi, ia memprediksi di tahun ini rupiah terus melemah seiring rencana The Fed yang ingin mengerek suku bunga di pertengahan tahun. "Paling tidak kami memprediksi rupiah tahun ini berada di level Rp 13.000 per dollar AS," ungkap dia.
Emiten ritel yang terbilang prospektif di tahun ini dapat terlihat dari eksposur dollar AS, mulai dari sisi produk barang maupun utang. Tiesha merekomendasikan neutral sektor ritel. Meski rupiah yang melemah, dia masih memilih saham ACES lantaran emiten ini memiliki balance sheet cukup kuat. ACES juga merupakan ritel terdepan di segmen perabot rumah tangga.
Ekspansinya pun positif, dimana ACES memperkuat pasar luar Jawa yang punya permintaan kuat. Matthew merekomendasikan underweight emiten ritel. Sedangkan Marissa menjagokan LPPF di sektor ritel karena tak minim paparan dollar. . Fundamental perusahaan ini juga cukup kokoh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News