Reporter: Nur Qolbi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bahana TCW Investment Management menilai, ada kebiasaan dari generasi milenial dan Gen Z yang dapat memberikan dampak tidak sehat bagi keuangan jangka panjang mereka. Hal ini sehubungan dengan karakter millennial dan Gen Z yang sangat mengandalkan teknologi untuk mendapatkan informasi apa saja atau melakukan kegiatan apapun.
Kondisi tersebut membuat angkatan ini rentan sekali terkena sindrom fear of missing out (FOMO). Mereka menjadi sangat cemas bila ketinggalan informasi atau gaya hidup dari rekan-rekannya yang pada akhirnya membuat generasi ini menjadi orang-orang yang konsumtif.
Hasil survei dari jajak pendapat Data Boks memperlihatkan, sebanyak 43,8% Gen Z menggunakan gaji pertamanya untuk membeli barang atau sesuatu yang diinginkan. Lalu, hasil survei yang dilakukan konsultan pemasaran FutureCast dengan melibatkan 1.000 orang berusia 18-37 tahun menunjukkan bahwa generasi ini lebih mementingkan pengeluaran untuk bepergian atau traveling.
Head of Marketing Communication PT Bahana TCW Investment Management Novianita Pertiwi menilai, kebiasaan ini tentu saja tidak sehat bagi keuangan jangka panjang. Menurutnya, mereka perlu mengatur anggaran sesuai prioritas kebutuhan yang disesuaikan dengan waktunya.
"Mulai dari kebutuhan harian, bulanan, hingga masa yang lebih panjang lagi, seperti menyiapkan keperluan dana untuk membeli rumah atau memulai usaha secara mandiri," kata Novianita atau yang akrab disapa Pipi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/9).
Baca Juga: Pasar Obligasi dan Rekasadana Dinilai Punya Outlook Positif pada Tahun 2024
Menurutnya, memulai usaha dan membeli rumah pastinya butuh dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, generasi millennial dan Gen Z perlu melakukan investasi sejak dini. Cara memulainya adalah dengan nominal yang tidak terlalu besar.
Apalagi, sekarang ini, sudah tersedia beragam produk investasi. Bagi investor yang menginginkan investasi dengan risiko rendah atau konservatif, maka dapat melirik produk deposito, obligasi, dan emas.
Kemudian untuk investasi dengan risiko menengah atau moderat, bisa mengoleksi reksadana. Sementara itu, untuk yang berisiko tinggi atau agresif, silahkan memilih investasi saham atau forex.
Khusus untuk produk reksadana sendiri tersedia beragam pilihan yang bisa disesuaikan dengan profil risiko investornya. Dalam keranjang reksadana ini, manajer investasi akan menghimpun dana dari investor untuk diinvestasikan ke dalam beberapa instrumen seperti saham, obligasi, atau deposito.
Reksadana pasar uang cocok untuk tipe investor dengan profil risiko rendah. Mereka tetap akan mendapatkan imbalan atau return tanpa perlu khawatir dengan fluktuasi pasar keuangan.
Bagi mereka yang ingin mendapatkan imbalan yang lebih besar tapi sedikit lebih fluktuatif bisa memilih reksadana pendapatan tetap dan reksadana campuran karena pencairan bisa dilakukan sewaktu-waktu pada hari bursa. Apabila generasi millennial dan Gen Z, tertarik dengan risiko tinggi atau agresif, harus siap investasi pokoknya berkurang atau hilang demi imbal hasil yang lebih tinggi.
’Tentu saja prinsip high return high risk dalam berinvestasi harus tetap diingat, juga jangan lupa don’t put your eggs in one bucket,’’ tutur Pipi. Dengan menerapkan tips mengelola invetasi ini, generasi millennial dan Gen Z pasti bisa meraih cuan yang lebih besar di masa depan.
Baca Juga: Manajer Investasi Adu Strategi Mengejar Target Dana Kelolaan Reksadana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News