Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Agenda PT Indosat Tbk (ISAT) untuk mengurangi utang dolar Amerika Serikat (AS) bakal memoles kilau prospek emiten telekomunikasi itu. Keuntungan atau bottom line perseroan bakal terangkat.
Rencana tersebut otomatis akan mengurangi beban keuangan. "Sehingga, ini efeknya langsung signifikan ke laba bersih," kata analis First Asia Capital David Sutyanto kepada KONTAN, Selasa (20/2).
Memang, lanjut David, utang dolar itu lebih menarik dari sisi bunga karena lebih rendah. Berbeda dengan utang dalam rupiah yang bunganya cenderung lebih tinggi.
Tapi jika mempertimbangkan fluktuasi kurs, risiko utang dalam dolar untuk memunculkan kerugian kurs menjadi lebih besar ketimbang utang rupiah. Sehingga, selain menurunkan beban keuangan, utang rupiah juga bisa mengurangi paparan kerugian kurs.
Hal ini sudah terlihat setidaknya dalam kinerja ISAT kuartal III-2016 lalu. Pada periode tersebut, total pinjaman dalam dolarnya tercatat US$ 186,4 juta, turun 63% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pada saat yang bersamaan, pinjaman rupiah bertambah 35% menjadi Rp 14,5 triliun.
Efeknya langsung terasa. ISAT mencatat keuntungan selisih kurs sebesar Rp 408,32 miliar dari sebelumnya rugi hingga Rp 1,89 triliun. Perseroan juga langusng mencatat laba bersih Rp 845,35 miliar dari sebelumnya merugi Rp 1,2 triliun.
Analis NH Korindo Securities Raphon Prima menambahkan, dengan posisi keuangan yang seperti itu juga akan membuat ISAT menjadi lebih bebas untuk berekspansi. Sebab, kualitas leverage perseroan akan membaik sehingga kemampuan untuk mencari pinjaman kembali lebih besar.
"Kami memprediksi, rasio utang terhadap EBITDA ISAT akan meningkat jadi 2 kali pada full year 2016 dari sebelumnya 2,5 kali pada 2015," jelasnya dalam riset 16 Januari.
Melihat positifnya prospek tersebut, kedua analis kompak merekomendasikan buy ISAT. David menetapkan target harga Rp 7.500 per saham, sementara Raphon Rp 7.300 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News