Reporter: Petrus Sian Edvansa | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, seharusnya obligasi syariah dalam negeri bisa lebih berkembang. Namun, hingga pengujung tahun ini, baru ada 15 seri sukuk korporasi dari sembilan emiten yang terbit, dengan total nilai Rp 4,29 triliun.
Tapi, pasar obligasi syariah tahun depan bakal lebih marak. Nicodimus Anggi Kristiantoro, Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), bilang, ada beberapa faktor yang membuat penerbitan sukuk di 2017 lebih banyak.
Pertama, stabilitas ekonomi dalam negeri yang bisa meredam gejolak global. Kedua, posisi Indonesia sebagai negara penerbit sukuk terbesar dalam dollar AS. Ketiga, kemungkinan Standard & Poor’s (S&P) mengerek peringkat investasi Indonesia yang membuat kepercayaan investor asing naik.
Keempat, kebutuhan dana yang besar dalam upaya merealisasikan kebijakan pembangunan infrastruktur. Terlebih, tahun depan akan ada potensi refinancing sukuk korporasi karena obligasi syariah yang jatuh tempo di 2017 nilainya cukup besar.
Senada, Beben Feri Wibowo, Senior Research and Analyst Pasar Dana, juga meramal, obligasi syariah bakal tumbuh cukup pesat tahun depan. “Khususnya sukuk pemerintah,” kata dia.
Tapi, ada beberapa tantangan yang berpotensi menghambat. Salah satunya, masalah likuiditas. Sebab, transaksi obligasi syariah yang masih kurang likuid. Lalu, sentimen global yang masih membayangi juga bisa menggoyang pasar pendapatan tetap termasuk obligasi syariah.
Untuk tahun depan, Beben memprediksikan yield Surat Utang Negara (SUN) tenor sepuluh tahun akan berada di kisaran 7,4% hingga 8,6%. Sementara untuk kupon obligasi korporasi dengan peringkat idAAA, proyeksi yieldnya ada di level 7% sampai 8%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News