Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diperkirakan terjadi pada November memicu emiten memilih menerbitkan surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN) ketimbang obligasi. Maklum, efek kenaikan harga BBM bisa mendorong investor meminta kupon lebih tinggi.
Yang terbaru, PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) menerbitkan MTN senilai Rp 200 miliar pada 30 Oktober 2014. MTN ini bertenor lima tahun. Kupon yang ditawarkan sebesar 12,5%. Selanjutnya, PT Permodalan Nasional Madani juga menerbitkan MTN senilai Rp 80 miliar pada 30 Oktober 2014. MTN bertenor satu tahun ini menawarkan tingkat bunga sebesar 11,50%.
Lalu, PT Cahayabuana Intitama bakal menerbitkan MTN senilai Rp 120 miliar. Surat utang tersebut akan diterbitkan 10 November 2014 dengan tenor enam tahun. Selain itu, PT Tifa Finance Tbk (TIFA) juga menerbitkan MTN III senilai USD 10 juta atau berkisar Rp 120 miliar. MTN tersebut berjangka waktu 370 hari dan menawarkan piutang usaha perseroan ini hingga 75% sebagai jaminan.
Analis obligasi Fakhrul Aufa mengatakan, perusahaan penerbit memanfaatkan momentum sebelum kenaikan harga BBM. Pasalnya, kenaikan harga BBM akan memicu membengkaknya laju inflasi dan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate. "Sehingga akhirnya yield meningkat dan kupon yang diberikan harus lebih tinggi," ujar Fakhrul, Rabu (29/10). Kondisi tersebut mengakibatkan biaya dana atau cost of fund perusahaan untuk menerbitkan surat utang menjadi meningkat.
Lebih murah
Di sisi lain, di tengah tren suku bunga tinggi seperti saat ini, cost of fund untuk penerbitan MTN lebih murah dibandingkan obligasi. Fixed Income Analyst BNI Securities I Made Adi Saputra mengatakan, emiten memilih MTN lantaran proses penerbitannya lebih fleksibel. Apalagi, saat ini kondisi pasar surat utang masih cenderung bergerak fluktuatif.
Analisis Made, cost of fund penerbitan MTN bisa lebih murah dibandingkan obligasi karena penetapan kupon berdasarkan hasil negosiasi dengan calon investor. Besaran kupon juga akan tergantung kepada size penerbitan serta jangka waktu penerbitan. Bagi investor, Made menyarankan untuk memilih MTN yang diterbitkan oleh emiten dengan proyeksi arus kas atau kemampuan membayar yang baik.
"Sebab, MTN kurang likuid di pasar sekunder sehinga investor cenderung memegang MTN hingga jatuh tempo," kata Made. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, hingga 10 Oktober 2014, investor asing menggenggam MTN dalam denominasi rupiah sekitar Rp 2,94 triliun, sedangkan untuk denominasi dollar AS mencapai Rp 1,94 triliun. Adapun, kepemilikan investor lokal dalam MTN denominasi rupiah mencapai Rp 11,59 triliun dan denominasi dollar AS mencapai sekitar Rp 8,6 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News