kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penerbitan green bond masih cenderung minim di Indonesia


Rabu, 06 Februari 2019 / 19:47 WIB
Penerbitan green bond masih cenderung minim di Indonesia


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan obligasi berwawasan lingkungan atau yang lebih dikenal dengan istilah green bond masih tergolong minim di Indonesia. Padahal, instrumen ini memiliki potensi pasar yang cukup besar di tanah air.

Pemerintah terbilang getol menerbitkan instrumen ini. Baru-baru ini, pemerintah dikabarkan akan merilis green sukuk di pasar global dengan peringkat BBB dari Fitch Rating. Pemerintah saat ini tengah melakukan roadshow ke sejumlah negara untuk mendapatkan investor yang akan membeli instrumen tersebut.

Selain itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk juga berencana menerbitkan green bond senilai US$ 500 juta pada semester pertama tahun ini. Namun, jika mundur ke belakang, perusahaan yang menerbitkan green bond di Indonesia masih minim. Sejauh ini, baru PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) yang menerbitkan green bond senilai Rp 500 miliar dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun lalu.

Analis Obligasi Bank Negara Indonesia Ariawan menyampaikan, green bond sebenarnya bukan instrumen yang asing di pasar global. Pasalnya, instrumen ini sudah ada sejak 2007 lalu ketika European Investment Bank menerbitkan green bond atau climate awareness bond senilai 1 miliar euro.

Namun, baru dalam 5 tahun terakhir tren penerbitan green bond mulai marak di berbagai negara maju. Hal ini seiring meningkatnya kesadaran investor global untuk mengalokasikan sebagian portofolionya untuk instrumen berwawasan lingkungan.

Sayangnya, sebagian investor di Indonesia belum akrab dengan green bond sehingga berpengaruh terhadap permintaan instrumen tersebut. Di samping itu, sebagian besar perusahaan di Indonesia lebih terbiasa menerbitkan obligasi konvensional ketimbang green bond.

“Tidak sembarang perusahaan bisa merilis green bond karena harus ada pertanggungjawaban bahwa dana penerbitannya benar-benar ditujukan untuk proyek-proyek berwawasan lingkungan,” ungkap Ariawan, Rabu (6/2).

Jika merujuk pada POJK No. 60/POJK.04/2017, disebutkan bahwa minimal 70% dana hasil penawaran green bond wajib digunakan untuk kegiatan usaha berwawasan lingkungan.

Research Analyst Capital Asset Management, Desmon Silitonga menambahkan, minimnya jumlah green bond yang beredar di Indonesia juga disebabkan sebagian besar investor domestik masih berorientasi pada imbal hasil.

Dalam hal ini, belum banyak investor di Indonesia yang memiliki fokus untuk berinvestasi pada instrumen dengan tujuan pemeliharaan lingkungan hidup. “Karena green bond tergolong baru di Indonesia, investor juga masih khawatir dengan risiko likuiditas ketika berinvestasi pada produk tersebut,” sambung Desmon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×