Reporter: Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. Harga komoditas minyak kelapa sawit (CPO) yang sedang lesu tak menggoyahkan niat PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Emiten ini resmi listing di BEI, 14 Juni lalu. Dengan melepas 275 juta saham pada harga Rp 1850 per saham, DSNG mengantongi dana segar Rp 508,75 miliar.
Dari dana hasil penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) tersebut, sebanyak 50% akan dialokasikan untuk penanaman baru kelapa sawit serta pembangunan dua pabrik pengolahan. DSNG juga menganggarkan 10% dana IPO bagi relokasi pabrik kayu, 30% untuk membayar pinjaman bank, dan 10% sisanya untuk modal kerja 2013-2014. “Penanaman baru dan pembangunan pabrik ditujukan untuk meningkatkan produksi, serta menjaga kinerja pabrik yang telah dimiliki,” terang Presiden Direktur DSNG, Djojo Boentoro, Jumat (14/6).
Oleh karena itu DSNG berencana meningkatan penyertaan modal di anak usaha yang telah memiliki izin lokasi penanaman baru di wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Kegiatan penanaman ini akan dilaksanakan anak usaha DSNG hingga 2014.
Dua pabrik yang akan DSNG bangun berada di Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Masing-masing pabrik memiliki kapasitas 60 ton per jam, dengan masa konstruksi hingga 2015.
Untuk relokasi pabrik kayu, DSNG akan memindahkan asetnya yang kini ada di Gresik dan Surabaya ke Lumajang, Jawa Timur. Termasuk aksi penambahan dan peremajaan mesin. Tujuan relokasi ini agar lebih mendekatkan pabrik dengan bahan baku sehingga efisiensi biaya transportasi bisa ditekan.
Di bisnis perkayuan ini pangsa pasar DSNG terdiversifikasi di Asia (non-Jepang) sebesar 27,%, Jepang 21%, Indonesia 14%, Amerika Utara 14%, Timur Tengah 11%, dan Eropa 7%.
Target kinerja naik 15%
Demi menopang pengembangan usaha, DSNG mematok belanja modal atau capital expenditure (capex) senilai US$ 270 juta hingga tahun 2015. Wakil Direktur Utama DSNG Adrianto Oetomo menyebutkan, alokasi capex tiap tahun sekitar US$ 90 juta. Sebagian besar capex dialokasikan ke bisnis perkebunan,
Hingga kini DSNG memiliki area tertanam seluas 61.052 hektare (ha) dan cadangan lahan 181.104 ha. Cadangan lahan itu cukup untuk memenuhi rencana tanam hingga 7 tahun–8 tahun mendatang.
Manajemen DSNG mengklaim, kinerja DSNG lebih unggul dari industri sejenis di Indonesia dan Malaysia dalam hal hasil tandan buah segar (TBS) dan kadar perahan minyak alias oil extraction rate (OER). Saat ini, hasil produksi TBS DSNG mencapai 22,9 ton per ha, serta OER 24%.
Tahun lalu, pendapatan DSNG naik menjadi Rp 3,41 triliun, dari 2011 sebesar Rp 2.78 triliun. Mayoritas pendapatan (58,5%), berasal dari bisnis CPO, dan sisanya produk berbasis kayu.
DSNG menargetkan, kontribusi CPO tahun ini bisa meningkat meningkat menjadi 60%–62%, dengan asumsi harga komoditas mulai naik. Tahun ini, manajemen DSNG menargetkan pendapatan dan laba bersih naik sebesar 15%.
Fluktuasi rupiah, diyakini Andrianto tidak mempengaruhi kinerja DSNG. Sebab, selama ini, penjualan DSNG banyak diserap konsumen domestik.
Manajemen DSNG juga optimistis kenaikan upah buruh tidak membuat biaya operasional DSNG membengkak. Selama ini, upah pekerja DSNG sudah lebih tinggi dari upah minimum regional (UMR). Kemarin, harga saham DSNG naik 0,54% ke Rp 1.870 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News