kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Pembatasan produksi memukul kinerja emiten semen


Selasa, 10 Februari 2015 / 06:50 WIB
Pembatasan produksi memukul kinerja emiten semen
ILUSTRASI. Berbagai cara yang bisa dilakukan untuk mencegah dampak polusi bagi kesehatan.


Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pemerintah berencana membatasi investasi baru di industri semen. Alasannya, jika aliran penanaman modal baru dibuka lebar, dikhawatirkan industri mengalami kelebihan pasokan. Tak hanya itu, pemerintah berencana mengurangi produksi clinker dan akan memenuhi pasokan dengan impor.

Pemerintah beralasan ingin menjaga pasokan semen dengan pembatasan tersebut. Kapasitas produksi semen nasional di tahun lalu mencapai 77 juta ton per tahun, dengan utilisasi pabrik sekitar 70%-80%. Sedangkan, realisasi permintaan semen sekitar 60 juta ton.

Padahal, beberapa emiten semen akan membangun pabrik baru. PT Semen Indonesia, Tbk (SMGR) masih dalam tahap pembangunan pabrik dengan kapasitas masing-masing tiga juta ton di Indarung, Sumatera Barat dan Rembang, Jawa Tengah, serta Nanggroe Aceh Darussalam pada semester kedua ini. Begitu juga PT Indocement Tunggal Prakasa, Tbk (INTP) yang mempertimbangkan membangun pabrik berkapasitas 2,5 juta ton di luar Jawa.

PT Holcim Indonesia, Tbk (SMCB) juga tengah dalam pembangunan pabrik Tuban II berkapasitas 1,7 juta ton. Kemudian, PT Semen Baturaja, Tbk (SMBR) sedang menggarap pembangunan pabrik berkapasitas 1,85 juta ton di Sumatera Selatan dan menunjuk Tianjin Cement Industry Design & Research Institute Co Ltd sebagai desainer.

Analis First Asia Capital David N Sutyanto memandang negatif rencana pemerintah membatasi investasi dan mengurangi produksi klinker  ini. Ia menilai, perusahaan semen sudah terkena efek kewajiban pemangkasan harga jual. 

Jadi, perusahaan semen hanya bisa mengandalkan volume penjualan untuk menggenjot kinerja. Menurut David, saat ini utilitas pabrik semen telah di atas 80%. Karena itu, emiten semen ekspansif menggenjot produksi dengan membangun pabrik baru. Bagi David, kondisi kelebihan permintaan (oversupply) akan lebih baik dibandingkan dengan kekurangan permintaan (undersupply). Sebab jika oversupply, perusahaan semen tinggal memangkas produksi atau ekspor. 

Kepala Riset Woori Korindo Securities Reza Priyambada juga tidak setuju apabila pasokan semen berlebih. Emiten semen saat ini tengah mengantisipasi rencana pemerintah yang ingin menggenjot pembangunan infrastruktur yang membutuhkan semen sebagai pendukung.

Reza memproyeksikan, pembatasan pada industri semen membuat para emiten tumbuh moderat. Tapi David yakin, dampak dari pembatasan investasi pabrik baru terasa dalam dua-tiga tahun ke depan. Sedangkan di tahun ini David yakin, produksi semen bisa tumbuh 5%.

David merekomendasikan beli SMGR dan INTP. Reza  juga menyarankan beli SMGR dan INTP. Senin (9/2) harga INTP menghijau 2,24% di Rp 23.975, SMGR naik 0,85% ke Rp 14.900, harga saham SMCB menguat 0,77% di Rp 1.970, dan harga SMBR terkerek 0,27% di Rp 373.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×