Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Nilai tukar rupiah terus terpojok. Masih tingginya optimisme pasar akan peluang kenaikan suku bunga The Fed tengah bulan depan merupakan pemicu utama koreksi yang diderita mata uang Garuda.
Di pasar spot, Selasa (22/11) valuasi rupiah merosot 0,28% di level Rp 13.443 per dollar AS dibanding hari sebelumnya. Berbeda, di kurs tengah Bank Indonesia, posisi rupiah terangkat tipis 0,10% ke level Rp 13.424 per dollar AS.
Sri Wahyudi, Research and Analyst PT Garuda Berjangka menjelaskan, sebenarnya USD tengah melemah pasca penguatan tajam beberapa waktu terakhir. Namun dari dalam negeri minim sentimen positif yang bisa menopang penguatan rupiah.
“Malah datang terpaan negatif akibat isu demonstrasi yang masih marak,” kata Wahyudi. Ini menimbulkan kekhawatiran di pasar. Efeknya, rupiah dan pasar saham pun sesaat ditinggalkan pelaku pasar dan mencari perlindungan pada aset yang lebih aman.
Beban dari domestik ini yang menjadi pendorong pelemahan rupiah. “Di sisi lain, meski USD melemah, optimisme pasar akan kenaikan suku bunga The Fed masih tinggi apalagi momentumnya sudah di depan mata,” jelas Wahyudi. Tidak heran rupiah tidak bisa berkutik dan terus melanjutkan pelemahan.
Sementara dari sisi eksternal, tidak ada data ekonomi AS terbaru yang mempengaruhi pergerakan. “Ada kans rupiah untuk memperbaiki posisi atau bergerak lemah cenderung konsolidasi Rabu (23/11),” tebak Wahyudi. Mengingat pelemahan yang terjadi sudah cukup besar.
Prediksi Wahyudi, selama rupiah masih bisa bertahan di bawah level Rp 13.500 per dollar AS maka kans untuk menguat kembali masih ada. “Itu level resistance kuatnya dan sepekan ini nampaknya belum akan ditembus,” duganya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News