Reporter: Dyah Ayu Kusumaningtyas | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Rupiah terlihat terdepresiasi tipis pada pembukaan pagi. Hari Jumat (6/7), pukul 09.50 WIB, pairing (USD/IDR) terlihat melemah ke posisi 9.398 dari 9.381 pada penutupan di hari sebelumnya.
Pengamat Valas Mochammad Doddy Ariefianto, menilai, seharusnya sentimen pelonggaran moneter yang dilakukan oleh European Central Bank (ECB) memberikan katalis positif pada rupiah dan beberapa mata uang emerging market lainnya. Namun, kondisi yang terjadi malah sebaliknya.
Depresiasi pada rupiah dan mata uang Asia lainnya yang terjadi pagi ini merupakan respon negatif terhadap pernyataan Presiden ECB, Mario Draghi tentang potensi penurunan ekonomi lebih lanjut yang masih mengancam Eropa. Jika dilihat pergerakannya, selama sepekan ini, rupiah sudah menguat terhadap dollar AS sebesar 0,37%, dengan posisi terendah di 9.367 dan posisi tertinggi di 9.397,5.
Doddy memprediksi, seminggu yang akan datang, pergerakan rupiah terhadap mata uang Negeri Paman Sam ini akan bergerak di kisaran 9.300-9.400. Dia bilang, level tersebut masih merupakan level yang wajar. Menurutnya, Bank Indonesia (BI) belum cukup terdesak untuk membawa rupiah terapresiasi hingga ke posisi 9.200 dengan kebijakan moneternya.
Sedangkan untuk hari ini, Kepala Riset Divisi Treasury Bank BNI Nurul Etti Nurbaeti memperkirakan, pasangan (USD/IDR) akan bergerak dengan kecenderungan konsolidasi di kisaran 9.360-9.450.
Nurul mengamati, mata uang Garuda bakal tertekan oleh kepungan sentimen negatif pasar global dan regional. Dia berpendapat, kendati langkah bank-bank sentral besar dunia memunculkan ekspektasi derasnya aliran dana asing masuk ke perekonomian domestik, namun bakal tertahan oleh kencangnya isu perlambatan ekonomi dunia yang cenderung memberikan pengaruh buruk bagi emerging markets.
"BI masih akan menjaga ketat valuta Garuda, meski cadangan devisa rupiah terus tergerus dan saat ini berada di level U$ 106,5 miliar," jelas Nurul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News