Reporter: Diba Amalia Haritz, Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga minyak melemah dalam tiga hari beruntun. Kekhawatiran mengenai oversupply kembali menyebabkan harga minyak berada dalam tekanan.
Mengutip Bloomberg, Kamis (11/8) kontrak harga minyak West Texas Intermediate (WTI) pengiriman September 2016 di New York Mercantile Exchange tergerus 1,08% ke US$ 41,26 per barel. Sepekan terakhir, harganya sudah terkikis 1,59%.
Analis PT Finex Berjangka Nanang Wahyudin menyebutkan, permintaan global berkurang saat pasokan minyak menggemuk. Lihat saja Arab Saudi, per Juli 2016 produksi minyak mencetak rekor 10,5 juta barel per harinya.
Serupa, Iran yang baru lepas dari sanksi internasional juga menggenjot produksi. Berdasarkan laporan bulanan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), produksi Iran bulan Juli meningkat 0,33% menjadi 3,63 juta barel.
Secara total, produksi minyak anggota OPEC pada bulan lalu naik 0,14% ke level 33,11 juta barel per hari. Selain itu, cadangan minyak Amerika Serikat yang dikeluarkan Energy Information Administration (EIA) meningkat 1,1 juta barel.
Namun, permintaan minyak global untuk Agustus 2016 hanya 500.000 barel. Kondisi ini memicu pasar menantikan pertemuan OPEC yang digelar pada September mendatang.
Anggota OPEC diprediksi bakal membicarakan masalah pemangkasan produksi. Nanang meramal, adanya potensi dollar AS kembali menguat menjadikan harga minyak di ujung tanduk.
“Terutama pekan depan, minyak diprediksi akan terus tertekan karena kondisi global,” terangnya.
Selain perekonomian global, pasar juga masih menanti hasil produksi minyak dari negara lain seperti Australia, Brasil dan Nigeria.
Tren masih bearish
Research and Analyst PT Monex Investindo Futures Faisyal menyebutkan, tren harga minyak sebenarnya masih bearish. Sempat terjadi penguatan pekan lalu karena produksi di beberapa negara terganggu.
Namun kini, peluang minyak untuk unggul dalam jangka pendek tergolong mustahil. Beberapa data ekonomi AS, seperti data manufaktur, klaim pengangguran dan pertumbuhan ekonomi masih terlihat buruk. Ini menimbulkan kekhawatiran turunnya permintaan minyak AS. Selama OPEC masih mempertahankan level produksi, harga minyak akan sulit naik.
Apalagi sejumlah rig pengeboran minyak di AS terus bertambah. Faisyal menduga, range pergerakan minyak hingga akhir tahun akan berada di US$ 30 - US$ 50 per barel.
Secara teknikal Faisyal melihat, harga minyak bergerak di bawah moving average (MA) 50, MA100 dan MA200. Indikator moving average convergence divergence (MACD) berada di area negtaif 0,049, sehingga menunjukkan tren bearish.
Indikator relative strength index (RSI) oversold di level 23,75 dan stochastic oversold di level 8,5, tapi belum menunjukkan sinyal rebound.
Jumat (12/8) Faisyal memprediksikan minyak melemah dan bergerak pada US$ 40,1- US$ 42,2 per barel. Sedangkan Nanang yakin, harga emas hitam di antara US$ 40-US$ 43 sepekan ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













