kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasokan melimpah, pasar SBN berpotensi merosot


Rabu, 31 Agustus 2016 / 15:12 WIB
Pasokan melimpah, pasar SBN berpotensi merosot


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Adanya rencana pemerintah untuk menambah suplai Surat Berharga Negara (SBN) di pengujung tahun 2016 berpeluang menekan performa SBN.

Pada akhir tahun 2016, pemerintah berencana kembali menerbitkan SBN sebesar Rp 50 triliun guna membiayai kebutuhan belanja di awal tahun 2017. Angka tersebut lebih rendah ketimbang serapan prefunding awal tahun 2016 yang mencapai Rp 64 triliun.

Namun, pemerintah belum memastikan skema maupun mata uang yang akan digunakan untuk prefunding tersebut.

Anil Kumar, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management menyarankan, prefunding tersebut dilaksanakan dalam tiga skema. Yakni private placement, SBN berdenominasi valuta asing (valas), serta obligasi ritel. Sebab, ketiga cara tersebut minim peluang menekan harga SBN.

Sebaliknya, jika pemerintah menghelat prefunding melalui lelang, maka pasar obligasi negara rentan koreksi. Melimpahnya pasokan SBN di pasar yang tidak diimbangi dengan tingkat permintaan serupa dapat menekan kinerja.

"Prediksi SBN yang awalnya bullish hingga akhir tahun bisa menjadi hanya naik terbatas," terangnya.

Maklum, awalnya pasar obligasi pemerintah telah memperoleh angin segar dari target penerbitan SBN tahun 2016 yang hampir terwujud. Mengacu data DJPPR per 24 Agustus 2016, peluncuran SBN telah mencapai Rp 533,83 triliun atau 87,31% dari total target yang dipatok Rp 611,4 triliun.

Menurut Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo, banjirnya pasokan SBN yang belum diimbangi dengan permintaan memang dapat menyeret harga Surat Utang Negara (SUN). Namun, ada katalis positif dari masuknya dana repatriasi wajib pajak ke pasar SBN. Aliran dana juga akan bersumber dari industri keuangan non bank (IKNB).

Dalam POJK No 1 /POJK.05/2016 yang meluncur awal tahun 2016, Otoritas Jasa Keuangan mendorong para IKNB untuk menggemukkan porsi investasi pada SBN. "Ini akan menyeimbangkan antara permintaan dan penawaran," jelasnya.

Beben menduga, harga SUN hingga pengujung tahun 2016 bakal naik terbatas. Sentimen positif akan bersumber dari terkendalinya inflasi dalam negeri. Bahkan Bank Indonesia (BI) memproyeksikan, inflasi Indonesia sepanjang tahun ini akan bergulir di batas bawah yakni 3% - 3,5%.

Jika prediksi ini terwujud, maka BI masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga acuan BI 7 day reverse repo rate yang saat ini di level 5,25%.

Kendati demikian, ada tantangan yang patut dicermati. Terutama mengenai rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed.

Di simposium Jackson Hole akhir pekan lalu, Gubernur The Fed Janet Yellen berujar, ruang kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat kian terbuka. Menurutnya perekonomian AS telah membaik sehingga mampu mendorong timbulnya inflasi sebesar 2%. Ini merupakan salah satu syarat The Fed untuk mengerek suku bunga acuan yang saat ini berkisar 0,25% - 0,5%.

Mengacu Bloomberg, pasca pidato tersebut, potensi kenaikan suku bunga The Fed pada September 2016 membesar dari semula 22% menjadi 42%. Peluang kenaikan suku bunga acuan di Desember 2016 telah mencapai 65%.

"Jika harga SUN turun, juga bisa disebabkan karena sudah berada pada area titik jenuh beli," tukasnya.

Beben memprediksi, pada akhir tahun 2016, yield FR0056 akan berkisar 5,65% - 9,08%. Anil menebak, pada pengujung tahun 2016, yield FR0056 bakal mencapai 6,25% - 6,75%. Pada Senin (29/8), yield FR0056 ditutup di level 7,1%.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×